Film Indonesia terbaru....

 photo banner-panasqq-700x80_zpshe9foogl.gif

SPO777 Pusat Game Gacor Engine Pay4D Terbesar

9:54 PM Add Comment

 

 


PROMO BONUS SLOT TANPA SYARAT PERTAMA 

Spo777 memberikan apresiasi terhadap semua member setianya dengan memberikan Bonus setiap Top Up saldo sebesar IDR 5k s/d 20k. Promo ini berlaku untuk semua member setiap harinya tanpa terkecuali. Berikut ketentuannya :

SITUS SLOT GACOR ONLINE PROVIDER POPULER DENGAN MAXWIN TERTINGGI  

Spo777 dikenal sebagai  salah satu Situs Slot Online Pay4D dengan Maxwin tertinggi . Adalah sangat direkomendasi untuk pemula maupun yang telah lama bermain Slot Online karena Spo777 merupakan Situs Slot Gacor dengan RTP tertinggi.

 


 

4:56 PM 1 Comment

DUNIA121.Untuk mendapatkan sensasi bercinta yang nikmat tanpa rasa sakit ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasangan. Ya, posisi seks merupakan bagian penting untuk mendapatkan sensasi bercinta yang Anda dan pasangan idamkan.

Seperti dikutip dari berbagai sumber tiga posisi seks berikut ini bisa menjadi solusi untuk menikmati seks bersama pasangan tanpa sedikit pun rasa sakit.


1. Slip 'N Slide

Sebelum mencoba pada posisi seks ini, sebaiknya pastikan Anda dan pasangan sudah menggunakan pelumas. Pasangan wanita dianjurkan untuk duduk di atas tubuh pria sebelum penetrasi dan biarkan kedua kaki pasangan pria berada di posisi yang lurus.

2. Happy Ending

Mirip dengan doggy style, disarankan pasangan wanita merapatkan kedua kaki dan biarkan bagian dada menyentuh lantai atau ranjang untuk sensasi bercinta tanpa rasa sakit.

3. C-Stroke

Posisi seks yang harus dilakukan dengan cara duduk ini akan membantu mengurangi rasa sakit. Namun, pasangan pria mengatur gerakan dan penetrasi agar tidak menyebabkan rasa sakit pada pasangan wanita.

Menikmati Tubuh Bibiku Yang Montok Yang Tlah Lama Kuidamkan

5:57 PM 5 Comments

DUNIA121.ini adalah kisahku pada waktu aku masih SMP kelas tiga di kota kembang, waktu itu aku ada liburan di rumah kakekku di daerah lembang, disana tinggal kakek dan keluarga bibi ku. Bibiku adalah kasir sebuah bank karena menikah dengan pamanku yang satu kantor dia mengundurkan diri dan hanya sebagai ibu rumah tangga,

orangnya ayu, putih berlesung pipit dengan usia sekitar 27 tahunan. Dia tinggal dirumah kakekku karena rumahnya sedang dibangun di daerah bogor sedang suaminya (adik ayahku) tinggal di kost dan pulang seminggu sekali.

Aku dan bibiku sangat akrab karena dia memang sering main kerumahku sewaktu belum berkeluarga dan waktu kecil sering tidur di kamarku bahkan waktu kuliah dia lebih banyak tidur dirumahku dari pada ditempat kostnya. Anaknya masih kecil berumur sekitar 1 tahun.

Suatu pagi aku kaget ketika seseorang membangunkanku dengan membawa segelas teh hangat, “Bangun…. Males amat kamu disini biasanya kan sudah nyiramin taneman sama nyuci mobil” “Males ah, liburan masak suruh kerja juga….” .. “Lha masak kakekmu yang sudah tua itu suruh nyiramin bunga sendiri dan mobilku siapa yang nyuci…”

“Kan ada bi ijah “
“Bi ijah lagi sakit dia gak sempet…, bangun bangun ah males ya” dicubitnya pinggangku
“Udah udah geli ampun….” Kataku bangun sambil mendorong mukanya.

Kakekku pulang dari jalan paginya dan asik berbincang dengan temannya diruang tamu. Aku kemudian beranjak ke kamar mandi baru membuka baju bibiku mengetuk pintu ”Rik mandinya di sungai sekalian temenin aku nyuci, lagi mati lampu nih….. andi biar di jaga kakek”

“Ya siap boss…” ku buka pintu dan membawa cucian seember besar ke belakang rumah, bibiku mengikutiku sambil membawa handuk, pakaian ganti dan sabun cuci. Di belakang rumah ada jalan kecil yang tembus ke sungai di pinggir kampung sungai itu dulu sangat ramai oleh penduduk yang mandi atau mencuci tapi sekarang sudah jarang yang memakai, hanya sesekali mereka mandi disungai.

“Sana di belakang batu itu aja, tempatnya adem enak…” dibelakang batu itu terdapat aliran kecil dan batu batu pipih disekelilingnya tumbuh-tumbuhan lebat itu kami bermaksud mencuci..ternyata sudah ada seorang wanita muda yang sedang mandi mengenakan kain batik ternyata wulan tetangga sebelah rumahku

“eh rik tumben mau ke sungai….” Katanya ramah
“Ya nih di paksa bos… ”
“Wah kalah duluan nih, nyuci juga kamu wul “

“Aku dah dari tadi.. kalo listrik mati gini baru pada ke kali, kalo gak pakaian bayiku kapan keringnya” katanya sambil keluar dari sungai dan mengambil handuk di tepi sungai. Selendang batik itu membentuk lekuk tubuhnya dibagian depan terlihat dengan jelas sembulan dua buah dada yang sangat besar,

sedang ditengah leher putihya terdapat sebuah kalung tipis yang membuat dirinya terlihat ramping, ia kemudian membelakangi kami dan melepas selendang itu kemudian mengusapkan handuk ke sekujur tubuhnya.

Kontan saja aku kaget melihat pemandangan itu, walaupun membelakangiku tapi aku dengan jelas dapat melihat seluruh tubuh putihnya itu tanpa sehelai benangpun, bokongnya yang berisi telihat jelas setelah dia mengusap tubuhnya kini ia mulai membasuh rambutnya yang panjang sehingga seluruh tubunya bisa kulihat, ketika aku membasahi cucian kemudian duduk. ”Kapan kamu kesini rik..”sambil memiringkan tubuhnya karuan saja tetek gedhenya terlihat, aku kaget dengan pertanyaannya.

“Apa wul aku lagi gak konsen..” ia memalingkan badan kearahku
“Ati-ati disungai jangan ngelamun, kamu kapan datang..”

“Oh aku baru kemarin..” kataku sambil mencelupkan baju-baju ke air sedang mataku tentu saja mengarah ke kedua teteknya yang tanpa sengaja diperlihatkan,. Bibiku bergerak menjauhi kami, mencari tempat untuk buang air karena dari tadi dia kebelet beol.

“Anakmu umur berapa teh.. kok gak diajak “ kataku

“Masih 1 tahun setengah, tadi sama adikku jadi aku tinggal nyuci” setelah rambutnya agak kering ia kemudian memasang handuknya dipinggangnya dan membalikkan tubuhnya tangan kanannya menutupi mencoba menutupi teteknya yang berukuran wah itu walaupun akhirnya yang tertutupi cuma kedua putingnya,

sedang tangan kirinya mencari celana dalam di atas batu itu setelah menemukannya, dia kemudian membalikkan badannya dan menaikkan handuknya, celana dalam berwarna putih itu terlihat cukup tipis dan seksi di pinggir-pinggirnya ada bordir kecil bermotif bunga.

“Anakmu siapa namanya…?”

“Intan.. cantikkan “ ia berbalik, pakaian dalam tipis sudah menutupi memek dan pinggangnya itu sejenak dia melihatku dan kemudian melepaskan tangan kanannya dari teteknya sepertinya dia nyaman memperlihatkan teteknya padaku karena dari tadi aku pura-pura cuek dan pura-pura membasuhi baju kotor padahal adikku sedari tadi gelisah.

Ia kemudian duduk dan membilas selendang batiknya..
“Cantik sih namanya.. tapi belum lihat wajahnya secantik emaknya gak ya..”

“Ya pasti.. emaknya aja cantik anaknya ikut donk “katanya sombong, kusiramkan air ke arahnya segera ia berdiri dan membalas siramanku. “Maaf salah cetak harusnya, maknya aja jelek apalagi anaknya…” kami pun akhirnya saling menyiramkan air setelah beberapa saat dia kewalahan menahan seranganku.

“Ampun ampun…” katanya sambil ketawa cengengesan, akupun menghentikan seranganku tapi kemudian dia malah berdiri mengambil ember dan menghampiriku menyiramku sehingga seluruh bajuku basah kuyup, aku kaget dan reflek mengambil ember ditangannya dia kemudian membalikkan badan untuk menjauhkan darinya,

tanpa sadar tubuhku memeluknya dan satu tanganku ada pada dadanya yang terbuka. Akhirnya aku bisa meraih ember itu, ia berusaha melepaskan dari dekapanku tapi sia sia aku sudah siap, ku ambil air dan meletakkanya diatas kepalanyaa

” Ampun ri,, aku dah mandi.. awas lo ntar tak bilangin kakekmu “ aku tetap saja memegang badannya dan mengancam, akhirnya ia berbalik dan dengan leluasa aku menyiram ke sekujur tubuhnya kemudian tanganku mengelus elus tubuhnya

”nih aku mandiin lagi hehehhe,……” sekujur tubuhnya basah termasuk celana dalamnya sehingga isi didalamnya samar samar terlihat, kami tertawa geli dicubitnya pinggangku hingga agak lama ”aduh ampun sakit “kataku sambil menarik tangannya,

untuk beberapa saat kami saling memandang sambil tertawa geli, kami kemudian ke tepi sungai untuk mengambil handuk, ia kemudian kembali menyeka air ditubuhnya sementara aku sambil duduk disampingnya sembari menyeka air di kepalaku.

Wajahnya tampak cemberut di usapkannya handuk ke muka dan rambutnya kemudian mulai turun ke dua buah dadanya kemudian turun ke perutnya yang kecil kemudian turun ke selangkangannya kemudian dia merunduk dan menyeka kakinya,

kemudian melemparkan handuknya yang basah ke mukaku, aku kemudian menggunakan handuknya itu untuk mengusap muka (lumayan aroma tubuhnya masih nempel nih) aku kemudian mengembalikan padanya.

Di ikatkannya handuk itu di pinggang kemudian duduk tepat di depanku dan di turunkannya celana dalamnya, karena ikatannya kurang kuat setelah celana dalamnya berhasil melewati kaki indahnya handuk itupun ikut terbuka sehingga isi selangkanganya terpampang di depanku.

“Eit…” katanya sambil tangan kanannya menutupi memeknya, aku tersenyum

“Kelihatan nih ye…” kataku sambil memalingkan muka, kakinya menendang tubuhku, kemudian di usapkannya handuk itu ke tengah selakangannya yang masih lumayan basah karena mengenakan celana dalam basah.

Aku kemudian memandang kembali kearahnya nampaknya dia merasa nyaman saja mengetahui memeknya dilihat aku, diusapkannya ke arah rambut-rambut pubis tipisnya kemudian ia mengusap bibir-bibir coklatnya bawahnya yang masih kencang sambil tersenyum sendiri. “Awas bisa gila lho tersenyum sendiri…” ia menghentikan usapannya sambil membetulkan posisinya.

“Ia kalo lama-lama deket sama kamu bisa gila …” katanya sambil berdiri
“Eh, bau …” sambil kututup hidungku yang tepat berada didepan memeknya

“Seger lagi coba cium, katanya sambil menarik mukaku dan menempelkannya pada memeknya yang telah ditutupi salah satu tangannya. Tanganku mengambil tangan yang menutupinya

“Rambutnya kok gak rapi gak pernah dicukur ya,,,,” kubelai rambut bawahnya kemudian bergerak membuka kedua bibir bawahnya ”Dah punya anak masih kenceng aja nih kulit..” kataku sambil megelus elus memeknya dengan handuk sementara dia membalut tubuhnya dengan handuk sehingga kepalaku berada didalamnya.

Aku kaget dan membuka handuk sambil mencari bibiku takut ketahuan, kepala bibiku tampak masih ada dibelakang batu besar disamping sungai itu lagi asik membuang hajat.. “Berani cium gak 5 Ribu deh… “ dibukanya kembali handuknya sambil tersenyum menantang, memeknya tampak begitu menggairkan.

“Gak ah bau tuh.. tambah deh 10 “ kataku cengengesan

“Deal…” Katanya sambil duduk jongok Mukaku kumajukan untuk dapat mencium memeknya, pelan-pelan kubuka bibirnya dan ku elus elus seluruh memeknya sambil pura-pura menutup hidung seperti mau minum jamu. Kemudian ku buka mulut dan mulai mengeluarkan lidah, wulan nampak melihat kesekeliling kemudian aku mulai menjilat dengan pelan ke paha kanan kemudian kiri dan akhirnya menjilati memeknya ia tampak mengerang geli,

“Ih…” katanya pelan, lidahku yang masih menempel kemudian kumasukkan kedalam memeknya dan menggerak gerakkan memutar sehingga ia tambah geli. Setelah kurang lebih 5 detik ku tarik mukaku. “Memek lo bau juga ya… mana 10 ribunya..?” ia menutupi kembali memeknya dengan handuk dan berdiri.

“Ntar ya dirumah, mang aku bawa dompet apa? daa…” sumpret belum puas ngotak-atik mesin bmw (bulu memek wanita) ia sudah pergi, yah akhirnya aku hanya bisa kembali swalayan sambil melihat ia berlalu.. Bibiku akhirnya menyelesaikan BAB nya aku masih berendam bermain main di sungai sambil mengembalikan tenaga setelah bermain.

Kami kemudian asyik mencuci sambil ngobrol seru-seruan, bibi mencuci sedang aku membilasnya, sesekali kami saling menyiramkan air sehingga baju kami basah semua akhirnya baju yang kami selesai semua aku mulai membuka semua bajuku sehingga hanya menyisakan celana kolorku saja, sementara bibiku yang dari tadi berhadapan denganku menggeser duduknya menyamping,

kemudian menaikkan dasternya kemudian celana dalam putih pelan pelan turun dari pahanya mulus bibiku kemudian dia menghadap kembali padaku dengan posisi kaki lebih rapat, tidak seperti tadi dimana kadang aku bisa melihat celana dalamnya. “Ih celana dalamnya dah pada bolong nih…” kuangkat celana dalamnya, bibiku segera menyambarnya

“Mana? Masih baru nih..” katanya sambil melemparkannya kepadaku. Dia kemudian menurunkan dasternya dan mencopot kutang dari tempatnya dan kemudian menaikkan kembali dasternya, tanpa segaja dia membuka kakinya sehingga bulu bulu tipis samar-samar terlihat diantara pahanya terlihat jelas didepanku, dia menunduk mencuci bhnya sehingga teteknya menyembul diantara belahan dasternya,

“Sini kolormu dicuci sekalian…” aku bengong mendengarnya,
“Copot sekalian gih kolormu.. “

“Wah gak bawa celana dalam bi….” Bibiku tidak menjawab dan memegang kolorku, akhirnya aku berdiri dan membuka pelan-pelan kolorku sehingga adikku menampakkan diri. “Lho dah sunat to kamu ?” dilihatnya burungku yang masih imut-imut plus rambut yang baru pada keluar, ku pegang burungku sambil melirik kaki bibi yang sedikit terbuka.

“Dah lama ya kita gak mandi bareng…” ia tersenyum
“Ia dulu waktu masih SD kamu hanya mau mandi bareng aku mang kenapa sih ?”

“Ya milih yang cantik donk, masak sama mak ijah kan dah pada keriput semua,…” ia kemudian membuka dasternya sehingga seluruh tubuhnya terbuka dan menggeser duduknya menyamping.

“Sana taruh di pinggir “

aku kemudian meletakkan cucian kemudian kembali ke tempatnya. Teteknya yang bersih dan putih walaupun tak sebesar punya wulan terlihat masih sama seperti dulu, tubuhnya yang putih sintal dan rambut yang tergerai membuat semua orang pasti mengakui dia wanita ayu.

“Ssst lihat memeknya donk bi…” ia melengos dan menutupi pangkal pahanya dengan tangan, aku menarik tangannya terlihat rambut-rambut tipis berada di tengah.. “Hiii… bulunya habis dicukur ya…” ia tersenyum geli, ia kemudian menggeser duduknya sehinga tepat didepanku

“Kok tahu…. bagus kan” dibelai nya rambut pubis itu bangga
“Ya tahu lah… dulu kan lebih tebal dari ini….mang napa dicukur”

“Nggak lagi pingin aja … kalo mau dateng bulan aku biasa potong, kalo gak tak cabut pake lilin, kalo rapi kan sehat….”.. Kakinya yang rapat membuat aku hanya kebagian melihat rambutnya saja.

“Lihatin donk….” Kataku sambil mengelus elus pahanya tangannya menghela tanganku dari pahanya tapi kemudian aku kembali mengelusnya setelah itu dia melihat tajam kepadaku, pelan-pelan tanganku berhasil menggeser satu kakinya sehingga memeknya sedikit terlihat.

“Wah masih sama kaya dulu ya.. walaupun dah punya anak masih terlihat kenceng punyamu” ia tersenyum mendengar bualanku dan membiarkan aku melihat seluruh isi memeknya, tanganku mulai membelai memeknya pelan kemudian mengusap-usapnya.

“Jangan nakal ah.. geli..” aku tetap saja mengelus elusnya.. “Mandi sana.” Tangannya mendorong mukaku sehingga aku terjatuh, dia kemudian berjalan kearah air yang lebih dalam kemudian berenang renang kecil

“Ri ambilin sabun donk…” aku duduk mendekatinya dan mengacungkan sabun, ditariknya tanganku sehingga aku jatuh dia tersenyum aku kemudian membalas dengan menyiramkan air kemukanya setelah beberapa saat bercanda di dalam air ia kemudian naik ke sebuah batu untuk membersihkan diri dengan sabun.

Dengan menghadap kepadaku ia mulai meletakkan sabunnya dileher jenjangnya, pelan pelan turun ke teteknya, kemudian ke tangan dan kakinya dan berahir pada memeknya setelah itu dia kemudian menggosok badannya untuk memperbanyak busa.

Aku keluar dari air dan duduk di sampingnya dia langsung menggosokkan sabun keseluruh tubuhku dari muka sampai ke kaki, dengan santai ia menggosokkan sabun pada penisku. “Dah gede kamu ri, burungmu dah ada rambutnya..”

“Ya donk masak mau kecil terus…” ia kemudian membalikkan badannya dan berdiri sambil memintaku menggosok punggung dan bokongnya yang belum kena sabun, waktu mengosok bokongnya pelan-pelan tanganku ku senggolkan ke memeknya nampaknya dia cuek saja dengan terus asik menggosok tubuhnya dengan sabun,

aku mulai memberanikan diri mengelus dari belakang kedua payudaranya. Ia membalikkan badan, membiarkan aku mengelus elus payudaranya dan seluruh tubuhnya sementara dia mengelus kakiku dan sesekali mengelus penisku.

Ia kemudian terduduk, seperti biasanya kalo mandi dia selalu terdiam beberapa saat membiarkan sabun meresap ditubuhnya. Aku yang masih berdiri didepannya dengan penis tepat di mukanya, ia kemudian memain-mainkan penis itu,

”Di bersihin donk ri burungnya, nih masih ada kotorannya” katanya sambil mengelus penisku mesra aku hanya diam keenakan. Kemudian dia berbaring di atas batu, aku duduk disamping kakinya sambil mengelus memeknya dan menyiramkan air sehingga seluruh memeknya kelihatan.

“Dah jangan main itu terus ah geli …” ia tersenyum menutupkan kakinya aku kemudian menarik kakinya sehingga kini tubuhku berada diantara kakinya. tanganku mulai menggosok-gosok lagi kali ini jariku mulai masuk ke memeknya, dia bangun

“Geli ah li.. “tanganku kali ini berhasil diusirnya, tanpa sadar dia mulai melihat burungku yang mulai berkembang dan menggantung. “Burungmu dah mulai bisa berdiri ri…” dielusnya burungku pelan mesra, semakin lama burungku makin besar karena tak tahan akan elusannya.

“Kamu dah pernah ngimpi basah ya.. “ aku mengangguk kemudian.. “ Bi.. kamu gak lagi mens kan?” ia tersenyum kemudian membimbing tanganku pada dadanya.. “Sini bibi ajarin ngelonin cewek…” aku mengikuti saja bimbingan tangannya mengelus pelan teteknya kemudian melintir putingnya.

“yang mesra donk ri anggep aja aku cewekmu “ dia kemudian mencium pipiku dan mendorong mukaku ke teteknya, aku ciumi semua bagian teteknya kemudian menghisap pelan putingnya yang masih merah kecoklatan dan perlahan putingnya mengeras, ada air keluar dari susunya aku makin keras menyedotnya sementara bibi mengusap kepalaku sambil merem menikmatinya.

Kemudian aku menjilati perut dan turun ke rambut memeknya, ke paha kemudian menengelamkan mukaku ke memeknya, namun tangan bibiku mencegahnya. “Kamu gak papa ri?” katanya pelan “Gak papa bi, sekalian buat pengalaman

“ia kemudian menyiramkan air ke memeknya setelah itu kucium dan kujilati memeknya beberapa saat, sementara tanganku dibimbing untuk tetap mengelus dadanya. dia rupanya terangsang dengan jilatanku, erangan-erangan kecil dan tekanan tangannya pada rambutku mengisyaratkan dia sudah mulai terangsang. Merasa cukup ku hentikan jilatanku kemudian duduk di depannya dia kemudian melek sambil mengelus dan memutar mutan burungku.

“Enak kan…?” ucapnya manja, aku kemudian berdiri, penisku tepat berada di mukanya, beberapa saat dia diam kemudian ia menutup mata dan mencium penisku

“Kalo jijik gak usah di emut …” ia melepaskan mukanya dan kembali mengocok dengan tangannya. Ia kemudian duduk diatas batu sambil mengangkan meminta aku memasukkan penis ke memeknya

“ Di gesek aja ya, jangan dimasukkan.. punya pamanmu nih..” aku kemudian menggesekkan penis ke memeknya sementara tanganku menggoda teteknya. “Bi sekalian masukkin ya.. biar ngajarinnya komplit..” ku masukkan tanganku ke memeknya,

“Jangan sama pacarmu saja, kasihan perjakamu…” aku kemudian mencoba memasukkannya pada memeknya dua kali mencoba ternyata penisku belum bisa tembus juga, bibiku tersenyum geli.

“Tuh kan gak bisa, sini…” ditariknya penisku, di elus kemudian dimasukkan dalam memeknya, rasanya sempit sekali memeknya, baru setengah penis masuk bibiku mengeluarkan kembali

“Susah kan… makanya pelan pelan” ia kembali memasukkan, kali ini lebih dalam, ia kembali menarik tubuhnya sehingga penisku lepas. Tanganya lepas dari penisku, tanganku yang mau mengarahkan penisku di tariknya menandakan dia pingin aku memasukkan tanpa bantuan.

Dua kali mencoba tidak berhasil lagi akhirnya bibiku yang memajukan memeknya, sekali maju langsung masuk, “uh…. Enak bi …” ia kemudian menggoyang pinggulnya memberikan tekanan keluar masuk pada penisku, aku merem melek menahan enak sambil membantunya mengelus tubuhnya.

“Ayo bagianmu…” ia kemudian pasif membiarkan aku melakukan keinginanku ku. Aku masukkan sampai semua penisku masuk kemudian bergerak pelan semakin lama semakin cepat menggoyang maju mundur.

“Bagus ri.. ayo.. ah…. ah… terus sayang….” aku menurutinya beberapa saat dia meminta aku mengganti posisi kini dia menungging di depanku dengan sigap kumasukkan penisku berulang ulang.. ‘oh yes … enak bi… enak….” Lima menit kemudian ia memintaku duduk dia berdiri dihadapanku memeknya kuciumi sebentar kemudian dia menduduki kakiku..

“ayo aku dah mau nyampe… kamu mau nemenin kan…” dia kemudian memasukkan memeknya dan bergerak turun naik sementara muka dan tanganku memegang teteknya.. “bii…. Jangan cepet-cepet aku gak kuat nanti…”.. “Ayo sayang … bibi juga gak lama lagi ..” aku melepas tangan dari susunya dan berkonsentrasi menahan goyangan maut memek bibiku..

“uh.. ah… “ bergantian kami mengucapkannya. “Stop bi… aku mau keluar …” aliran-aliran listrik seakan menjalar ditubuhku.. bibi melepaskan memeknya, kemudian mengocok penisku dalam hitungan ke lima air maniku benar benar keluar.

“crot,,,,” mengarah pada tubuhnya.. Aku lemas sambil menyedot tetek bibiku aku mengatur nafas setelah berhasil mencapai puncak.. “Wiih enak banget bi…. Yes……” kataku pelan, ia tersenyum dan mencium pipiku sambil mengelus-elus teteknya, setelah beberapa menit istirahat bibiku menuangkan air ke mukaku

“udah mandi yuk…” aku menarik tangannya
“Makasih ya bi… maaf kebablasan” ia tersenyum

“Ayo tak bantu nyampe puncak..” kataku sambil mengelus memeknya, aku kemudian mencium tetek kemudian memeknya, aku kemudian memasukkan jariku pada memeknya ia merem melek kemudian aku memasukkan berkali-kali dan menggelitik memeknya, ia benar-benar terangsang.

Tangannya memegang penisku yang sudah tidak kencang lagi kemudian mengarahkan mukanya pada penisku, semakin lama goyangan tangan ku makin kencang, sampai akhirnya bibiku mengerang ngerang kemudian memasukkan penis pada mulutnya.. ia menggelinjang dan ahirnya dia berteriah “uhhhhhhh,,,,,,” dilepaskannya penisku dan berguling di batu itu, ku belai rambutnya menemani menuruni puncak kenikmatan.

Kemudian kami berdua masuk kembali ke air membersihkan sisa sabun

“Jangan diulang ya… sekali aja “ katanya sambil mencubit paha depanku.. “Ya deh bi,, kalo kuat ya.. tapi kalo lihat tubuh bahenol ini kayaknya aku gak tahan” kucium tengkuk bibi sambil mengelusnya, dia membalas.

“Janji ya, jangan goda aku lagi…” aku diam sambil memeluknya..

Dosa Terindahku Bercinta Dengan Pembantuku Yang Vaginanya Sepet Banget

4:05 PM 5 Comments


DUNIA121.Malam itu Aku makan keluar sama temen-temen kuliah dulu, pulang tengah malem, mbok Hana sudah tidur. Perasaan Aku merinding nginget kejadian sore tadi waktu ngeliat kamarnya dari ruang dapur, rasanya masih gak percaya.

Senin pagi, sebelom berangkat kerja Aku sempet ketemu dia di dapur, nyeruput kopi dan makan roti yang dia siapin. Gak ada kata-kata yang keluar, dari sekilas ngelirik muka mbok Hana, gak ada kesan beban gitu, biasa banget.

“Sore ini Dinda nti pulang sm anak-anak mbok, tolong siapin makanan dan rapi-rapi kamar yah ..”
“Nggih mas..ow hari ini tah..”
“Iyah….” Jawab Aku.

Terus kita diem-dieman lagi, mbok Hana masih sibuk bersih-bersih perkakas dapur di belakang meja makan tempat Aku duduk.

Ngeliat jam, 5 menit lagi Aku kudu keluar berangkat kerja. Tapi kayaknya ada yang Aku harus omongin sebelom pergi.

” Yang kemaren..saya minta maaf, saya khilaf..tolong jangan dibahas lagi, apalagi setelah ada Dinda nanti mbok..” Kata Aku dengan nada tegas.
“…mm..ga perlu minta maap mas..mbok paham kok..mas lagi bingung, lagi banyak masalah..”
” Okay… Tapi saya tetep harus minta maaf toh..”
“ga..ga apa apa.. Mbok ikhlas..”
“Masa sih ..maen ikhlas aja..lain kali berarti bisa aja dong kejadian lagi…” Komen Aku jahil.
” Hehehe……mmm..yaa..terserah mas aja..”

Aku gak perlu ngejawab lagi omongan dia, sudah cukup nyadar bahwa dia emang gak pentingin soal batasan moral, atau jangan-jangan malah ikut ngenikmatin kejadian itu, ada senyum tipis tersungging di bibir Aku waktu ngelangkah pergi, entah apa itu maksudnya.

Selama beberapa hari istri dan anak-anak di rumah suasana belom normal. sm indra dan dewi, anak-anak Aku, tentu aja bikin Aku sumringah, kangen banget sm mereka, kalo lagi sumpek liat muka masem mamahnya Aku cukup ngajak mereka berdua jalan-jalan ke luar.

Komunikasi di kamar jg masih kaku, ngomong seperlunya, tidur masing-masing meski seranjang, sarapan jg masih bukan bini yang nyiapin, tapi mbok Hana.

Pembokat tua itu sukur-sukur tau diri, sikapnya biasa banget, kayak gak ada kejadian apa-apa. Andai Dinda tau kejadian itu,kebayang gak sih gimana posesive dan cemburuannya dia, bisa-bisa digorok Aku waktu tidur..hehe..

Sayangnya pikiran waras Aku cuma bertahan beberapa hari, malem ke 4 semenjak mereka pulang, tiba-tiba Aku inget si mbok.

Gak bisa tidur sampe tengah malem, desakan emosi Aku gak terkontrol. Gairah Aku terusik, horny banget, sampe waktu nyentuh bagian vital Aku, perasaan jadi gak keruan, bingung pokoknya.

Jadi kebayang bokong besar si mbok, ahhh..kenapa tiba-tiba jadi pengen banget nempelin kemaluan Aku di tengah-tengah pantatnya. Untung gak lama keinget muka 2 anak Aku, jadi malu sm diri sendiri dan segera tertidur.

Besok-besoknya, secara gak sadar, Aku jadi suka nyuri kesempetan jelalatan mandangin mbok Hana dari belakang..hehe.. Ckckck..baru nyadar ternyata dia masih bahenol juga biar tua gitu.

2 malem selanjutnya beneran deh, Aku masih kepikiran dia..dorongan libido Aku jadi parah. Bayangan Aku ngelantur ke kamar di sebelah dapur tempat dia tidur, kebayang di balik pintu itu ada perempuan yang siap sedia Aku setubuhin.

“Mbok..mbok..bahkan istri saya aja gak bikin saya senafsu ini..”kata Aku dalem hati.

Minggu pagi, ada acara arisan kumpulan ibu-ibu wali murid tempat si indra sekolah sore harinya. Mbok Hana jelas orang yang paling sibuk, pas pula dia pinter bikin kue dan masak macem-macem menu makanan, dulunya pernah jadi tkw di Saudi katanya, kerja di hotel.

Pakean dia kerja hari itu persis sm dengan seminggu sebelumnya waktu maen gila itu kejadian. Gimana gak pangling dan salah tingkah Aku..hehe.. Semok abis dan kenanganya masih kuat soalnya..

Ntah kenapa tiba-tiba timbul niat nekat Aku, mungkin karena udah berapa malem sebelumnya pikiran Aku terganggu gara-gara dia. Momentnya pas Dinda lagi sibuk teleponan di teras depan, Aku buru-buru ke dapur, pandangan kita secara reflek ketemu..duilee… dia lagi sibuk motong-motong kentang di meja dapur. Jantung ini berdebar kenceng waktu Aku ngelangkah mendekat dan ngomong berbisik di belakang bahunya.

“Nanti malem yah…pintu kamar jgn dikunci..”

Dia waktu itu ketakutan, noleh jauh ke depan, takut ada bini Aku. Diem sebentar sambil merhatiin muka Aku yang tepat di belakang punggungnya, sebelum Aku pergi berlalu dia masih sempet ngejawab pelan.

“Nggih mas…”

Acara arisan kelar jam 9 malem, Aku gak ikut nimbrung, perempuan semua soalnya. Duduk nonton tv di lantai 2 bareng anak-anak, pikiran Aku gelisah, antara pengen ngebatalin niat sm penasaran.

Anak2 gak lama pada masuk kamar mereka, sementara bini Aku waktu itu gak tau kenapa kumat sakit giginya. Habis minum biogesic dia langsung masuk kamar, seperti kebiasaan dia selama ini kalo abis minum obat, biasanya tepar sampe pagi, tidur kayak pingsan, gak sadar apa-apa. Momentnya kayak mendukung banget, tapi tetep aja Aku was-was dengan niat Aku.

Sudah jam 11, Aku masih ragu mau turun ke bawah, bolak balik merhatiin Dinda tidur, takut tidurnya gak pules.

Aduhh..gila rasanya, sebenernya mudah aja Aku ngebatalin sepihak, dan milih tidur aja. Tapi gimana dengan desakan syahwat Aku yang bikin penasaran, kebayang muka si mbok yang ngeseks gitu ekpresinya bediri nyambut Aku di depan pintu kamarnya..hehe..

Setelah mastiin untuk terakhir kalinya kondisi bini Aku tidur, akhirnya Aku nekat ngelangkah hati-hati ke arah pintu, ngebuka dan nutup daun pintu dengan super hati-hati.

Langkah kaki nurunin tangga kayak berlari..hehe..entah karena takut atau gak sabaran. Ini pertama kalinya Aku niat banget selingkuh, makanya kayak amatiran mental Aku.

Suasana dapur dan lorong tempat pintu kamar si mbok redup banget, cuma pantulan cahaya dari lampu ruang tengah aja yang ngebantu Aku sedikit ngeliat suasana di situ. Sempet kawatir jangan-jangan mbok Hana udah tidur.

Tapi lamat-lamat kedengeran suara tv dari dalem kamarnya, pelan-pelan Aku pegang handle pintu, trus di dorong supaya kebuka.

U know what? Di dalem sana mbok Hana udah kayak tau aja Aku bakal dateng, duduk di sisi ranjang, ngadep ke arah pintu. Pakai baju tank top pemberian bini Aku, dengan kain sarung diiket sepinggang. Kebayang gak sih gimana seronoknya si ibuk2 ini, rambut kegerai sampe bahu, belahan dadanya kayak garis lurus panjang ke atas, senyum di bibirnya terkesan binal. Dada Aku bergemuruh..

Dia nyengir ngeliat muka Aku yang tegang, Aku buru-buru nutup dan ngunci pintu. Lampu kamar Aku matiin, sementara tv dibiarin nyala, kamuflase suara lah, takut-takut ada yang nguping..segitu parnonya Aku.

“Jadi mas ? Hehe..”
“Yuk..ke kamar mandi aja.. Buka aja kain sarungnya..” Kata Aku berbisik.
“Loh ..kamar mandi?? Terburu-buru gitu mas…” Protes si mbok.
“Takut istri bangun..di sini suara lebih gak kedengeran dari luar..ayoohh..” Kata Aku gak sabar dari dalem kamar mandi kecil itu.

Mbok Hana akhirnya nurut, begitu dia masuk, pintu kamar mandi dari alumunium itu Aku tutup rapet. Ruang kamar mandi itu emang sesek untuk kita berdua di dalemnya.

Ukuran 2X1, ada bak mandi mungil dan toilet duduk sebelah-belahhan posisinya. Bingung jg ngatur posisi kayak apa..

Tapi Aku gak banyak mikir, berdiri beradepan dengan dia gini aja udah bikin semangat. Belahan dadanya langsung Aku ciumin bertubi-tubi,kuturunkan tali tanktopnya dan kuhisap buah dadanya yang berputing merah kecoklatan sambil aku hisap kuat kuat dadanya sampe merah,mbok Hana mesem-mesem ngeliat kelakuan Aku.

Bawahanya cuma ketutupan cd doang, kaos tank top itu kekecilan buat badan bongsor si mbok. Badannya emang cuma setinggi kuping Aku, tapi posturnya lebih besar dari Aku yang kurus.

Sempet terlintas mikir, gila banget, di rumah Aku sendiri, ada bini dan anak-anak Aku di lantai 2, sementara Aku tengah maen gila sm pembantu di bawah sini.

Tapi ngeliat badan si mbok sudah dalam jangkauan Aku pikiran tadi langsung lenyap, tanpa ragu Aku jamah bokong dan selangkangan dia di bawah.

Ahhh..nafsu Aku memuncak banget.. Jari-jari Aku nyusup ke dalem kolornya, ujung telunjuk sama jari manis ngeraba sekitaran bibir vagina berikut gundukan bulu-bulu lebat itu. Sementara mulut Aku terus ngejilat sekitaran dadanya. Mbok Hana pasrah aja Aku apa-apain.

Nafas kita jadi sama-sama berat, udah puas ngeraba, Aku buru-buru nurunin celana pendek Aku sampe selutut. Baru aja ngebuka eh tangan si mbok maen jamah aja penis Aku yang bediri keras di balik cd, tambah panas ni otak.

Jemarinya ngeraba antara pangkal batang dan kantong bijinya, matanya jadi liar noleh ke arah muka Aku.

“Panas mas..kedut-kedut gitu..” Kata dia pelan.

Aku langsung kalap, badan si mbok Aku puter ke belakang, mepet ke dinding bak di depanya, cdnya langsung Aku tarik turun sampe ke mata kaki, belom puas juga, langsung Aku lepasin paksa,sampe kedengeran suara kain robek gitu.

Sekarang pantat gede sebakul itu udah nantang di depan mata.. Langsung aja Aku porotin celana dalem Aku sendiri, trus buru-buru Aku tempelin penis Aku ke bongkahan kiri pantatnya.

Digesek-gesek berapa kali, terus tangan kiri si mbok Aku tarik ke belakang, supaya jemarinya bisa megang titit Aku yang bediri keras kayak terong muda.

“Walahhh mas.. Gedenyaa..” Bisik si mbok.
“He eh..siap-siap aja bentar lagi nyodok dalem..” Kata Aku gahar.
“Buka kakinya ..”
“Iyah…mass..” Kata dia sambil masang dua kakinya lebar, sementara dua lenganya mencengkram pinggiran bak.
“Hohhhh.!..shhhhhhhh..!” Desis Aku pas ngerasain ujung penis Aku nyusup dan nyentuh selangkanganya dari sela-sela bawahan pantatnya.

Anget, basah, kerasa bulu-bulunya di sekitaran batang Aku, hhhh…darah muda Aku kayak menggelegak.

“Nungging dikit..” Kata Aku penasaran.
“Iyah..nih mass..”

Begitu dia nungging langsung Aku arahin masuk tuh kepalanya dibantu dua jari Aku, begitu nemu sasaran, kaki-kaki Aku kayak gemeter pas neken masuk.

“Ahhssssss.!..ohhhhhh..mmmmm..” Bisik Aku ke kupingnya.

Penis Aku langsung sukses masuk, dalem gitu, sampe mentok ke pangkalnya.

“Iiih..massss..sesekkk…” Desis si mbok.
“Hhhhh…enakk bangett mbook..” Bisik Aku dengan suara serak..

Intinya detik itu kita sama-sama kayak disengat listrik, gemeteran, dada kayak mau meledak sm sensasinya. Lupa sm beda umur kita yang jauh banget, ahh..kalo udah urusan seks sih, anak kecil aja bisa ngebuntingin ibuk-ibuk kayak yang pernah Aku baca di internet.

“Cplak!..cplak!..cplak!..” Penis Aku langsung gerilya keluar masuk.

Ruangan kecil gitu bikin bunyi gesekan kelamin kita jadi rame, was-was juga takut kedengeran, tapi suara tv di luar cukuplah nyembunyiin kejadian di sini.

Ini yang udah Aku pengenin dari berapa hari lalu, ahhh..memang janda tua ini luar biasa sedapnya, penis Aku kayak dipilin-pilin dibelakang pantatnya.

Lagian mbok Hana juga ikut-ikutan syahwat, semangat banget maju mundurin pantatnya, rintihanya juga seru.

“Masss..iihh..truss sodok mas…hhhhh..” Mulut dia ngeracau, kepalanya sampe nunduk gitu, urat lehernya jegeng.

Sementara Aku di belakang terus ngehajar dengan buas, pinggulnya Aku cengkrem kuat, kaki Aku kadang sampe jinjit segala supaya lebih cepet bergerak dan nusuk sedalem-dalemnya.

Seks terburu-buru, dengan rasa was-was gitu malah lebih berkualitas. Sebentar aja kita udah sama-sama kesetanan, ngelambung, dan bener-bener dahaga dengan kenikmatan.

Aku malah sampe nyium bibirnya berapa kali dari belakang, mbok Hana ngebales ciuman panas Aku. Badan kita berdua udah banjir keringet.

“Mbok..mbokkkk…mau keluarrr …hohhhh..” Desah Aku panik sekitar 5 menit permainan.

Dan bener aja..begitu ngehajar sekuat-kuatnya bokong si mbok, pertahanan Aku jebol.

“Ceplakkk ! ..”
“Ahhhhh..aduuhh…duuuhh…mboook..” Jerit Aku tertahan sambil ngegigit bibir.
“Srettt…sreetttt…sreerttt..”Mani Aku berebutan keluar, kerasa banyak banget, badan Aku sampe terbungkuk-bungkuk nahan geli.
“Aihhh ! ..” Pekik si mbok kaget ngerasain semprotan Aku di dalem.
“Hhhhh..mbok jg pengen nih mas..uhhh..” Kata dia sambil geyal geyolin bokongnya, kayak orang kebelet pipis.
“Maaasss..tekennn trusss..” Seru dia yang masih konsen pengen lanjut.

Dengan sisa-sisa tenaga, Aku ngedorong selangkangan Aku serapet mungkin, badan dia gak lama bergetar hebat.

Diawalin dengan rintihan panjang mbok Hana tiba-tiba mematung, badannya kaku banget. Pantatnya muter sekali, kayak mengigil gitu..

“Masss…uhhhh…aduuhhh….huhuhuu…” Dia sampe nangis gitu, kepalanya ngelendot di atas bak mandi, kerasa ada yang basah ngalir dipangkal penis Aku yang nyumbet bibir vaginanya..
“Uhhhh…masss…enak tenan maas..hhh..” Kata dia setelah kesadaranya perlahan pulih.

Begitu penis Aku ditarik, sisa-sisa maninya ngucur turun pelan dari sela-sela bawah pantatnya,nyusurin daleman paha si mbok. Puas banget ngeliat moment itu.

Kejadian malem itu persis seperti keinginan Aku, batin jadi lega banget.. Tertatih-tatih Aku menapak tangga ke atas, begitu baring di ranjang, di samping bini Aku, ..seketika itu jg langsung pulas tertidur.


Menikmati Vagina Sempit Perawan Gadis Pekerja Pabrik Yang Baru Kukenal

5:21 PM 3 Comments


DUNIA121.Hari ini badanku terasa lelah sekali, seharian ini banyak sekali pekerjaan yg kuselesaikan, meski selesai semua rasanya puas juga menjalani kesibukan hari ini. Sore itu waktu sudah hampir setengah 6 sore, setelah membereskan berkas-berkas di ruang kerjaku aq siap pulang kerumah, mobil kijang hijauku sudah siap di tempat parkir mengantarku pulang.

Kulihat jalanan di depan kantorku terlihat lancar, ternyata perkiraanku salah, kurang lebih 1 km dari kantor, jalanan macet total, ya sudahlah nikmati saja daripada menggrutu juga nggak ngurangi macet.

Lokasi kantorku kebetulan dekat dengan jajaran pabrik-pabrik, dan jam segitu rupanya macet angkuta umum yg mencari penumpang, tiba-tiba ditengah kemacetan jalanan kulihat didepan sebuah toko ada seorang perempuan yg manis sekali, kulitnya putih, tingginya sekitar 165 cm dengan menggunakan seragam pabrik biru-biru ditutup blazer hitam terbuka yg kelihatan ketat terlihat dadanya begitu menyesakkan baju seragamnya, untuk ukuran karyawan pabrik, cewek itu terlalu cantik, meski bajunya begitu sederhana tdk sebanding dengan kecantikannya.

Kuperhatikan dengan seksama, dia kelihatan memandangku dan tersenyum tipis menatapku, akupun tersenyum memandangnya, tiba-tiba aku dikagetkan suara klakson mobil dibelakangku, cepat-cepat kutancap mobilku berhubung jalan didepan sudah lancar sekitar 30 meter ke depan.

Menyesal sekali aku tdk bisa berhenti waktu itu, kulihat di spion perempuan itu naik angkot di tiga mobil dibelakangku.. Seandainya saja?

Sekira 200 meter jalan lancer, tiba-tiba kemacetan datang lagi, makin sumpek aja aku, akhirnya kulihat didepan ada toko kecil dengan tempat parkir yg agak luas, akhirnya lampu sent mobil kunyalakan kekiri dan aku berhenti, meski masih ada rokok, kuniatkan beli lagi sambil beli minuman ringan, sambil berharap perempuan di angkot belakang bisa ketahuan lagi jejaknya.

Alamak.. Sambil minum teh botol dingin, tiba-tiba saja angkot dibelakang yg membawa perempuan itu berhenti, aku berharap.. Tiba-tiba benar saja perempuan itu turun kemudian membayar ongkos ke sopir di depan.

Wah memang benar kalau sudah jodohku nih.. Kulihat perempuan itu masuk juga ke dalam toko, sambil tersenyum tipis dia menuju ke penjual toko itu dan kulihat membeli lima buah indomie, susu dancow dan kopi instant lima sachet.

“Lho rumahnya dimana Mbak?” tanyaku sambil tersenyum.

“Oh saya kos dibelakang toko ini, Mas,” jawabnya sambil mencari dompet dari dalam tasnya.

“Nama saya Iwan, boleh kenalan Mbak?” tanyaku sambil menjulurkan tangan buat bersalaman.

“Saya Nuning, Mas,” jawabnya sambil senyum dan menjabat tanganku..

Busyet tangannya mulus sekali dan hangat sekali agak berkeringat.

“Berapa Mbak?” kata Nuning pada penjual toko sambil mengeluarkan dompetnya.

“Dua puluh sembilan ribu limaratus Mbak “jawab penjual toko itu.

“Ini saja Mbak, sekalian teh botol satu dan rokok dua bungkus” kataku sambil ngeluarin uang seratus ribu ke wanita penjaga toko.

“Nggak usah Mas, saya ada kok” kata Nuning sambil ngeluarin dualembar uang duapuluh ribuan.

“Ya sudah gini aja, uang ini bawa dulu, tapi saya minta dibikinin kopi dulu, sekalian kalau boleh main ke kos-mu sambil nunggu macet, boleh nggak?” Kataku sambil ngembaliin uangnya.

“Baiklah kalau begitu terima kasih, tapi tempatnya jelek lho Mas, kata Nuning sambil tersenyum.

“Ah jangan gitu, saya malah nggak enak nih ngrepotin minta kopi segala” Kataku sambil nerima kembalian dari penjaga toko.

“Mbak, saya titip mobil ya, sekalian ini buat parkirnya,” sambil kukasih wanita penjaga toko uang limaribu”

“Wah makasih ya Mas” kata penjaga toko.

Nuning tersenyum dan mengajakku berjalan di gang sebelah toko itu, jalannya kecil cuman satu meter lebarnya, jadi kalau jalan nggak bisa bareng, harus satu-satu, Nuning jalan di depan dan aku dibelakangnya.

Kuperhatikan selain dadanya yg membusung, ternyata pinggul dan pantat Nuning benar-benar montok habis, sampai-sampai rok yg dipakainyapun membungkus ketat pantat indah itu serasi sekali dengan pinggul yg ramping, ditambah bau tubuhnya yg wangi meski kutahu itu bau parfum biasa.

Kira-kira duapuluh meter jalan, Nuning berhenti dan membuka pagar besi kecil disebuah rumah tanpa halaman dan ternyata didalamnya berjajar kamar-kamar kontrakan dengan pembatas tembok satu meter antar kamarnya.

“Disini Mas, kamarku paling ujung, dekat dengan kamar mandi, silahkan masuk dulu Mas, aku mau panasin air sebentar buat bikin kopi” kata Nuning nerocos.

Kamarnya ternyata cukup bersih, di ruang tamu ada karpet biru, meja kecil ditengahnya dan diujung TV 14 inch terpasang rapi ditambah hiasan manik-manik yg bagus, tak sempat kulihat kamar tidurnya, tapi melihat ruang tamunya tertata rapi aku yakin kamar tidurnya pasti bersih juga.

Kuambil remote TV dan kunyalakan, pas berita sore, kuikuti perkembangan pencalonan presiden dari para politikus negeri ini, tapi aku lebih tertarik melihat foto dibelakangku ternyata foto Nuning menggunakan kebaya dan samping, cantik sekali.. Tdk dandan saja dia cantik, apalagi dalam foto itu belahan dada kebaya agak rendah, sehingga sembulan toket putihnya kelihatan seksi dan erotis sekali.

“Itu fotoku waktu di kampung bulan lalu Mas, waktu acara kawinan sepupuku” kata Nuning sambil membawa dua gelas kopi.

“Memangnya kampungmu dimana? Dan lagi jadi apa waktu acara itu?” Tanyaku sambil membantu nurunin gelas kopi ditaruh di meja.

“Kampungku di Cianjur Mas, waktu itu aku kebagian ngisi nari Jaipongan, yah gini-gini aku penari Jaipongan Mas, meski hanya sebatas acara di kampung aja” Kata Nuning sambil tersenyum manis.

“Pantesan tapi cantik juga kamu baju kebaya ya, lebih sensual dan menarik” Kataku sambil memandang wajah cantiknya.

“Pantesan apa Mas? Masak orang kampung gini dibilangin sensual dan menarik” Kata Nuning.

“Pantesan tubuh kamu bagus dan terawat itu karena rajin jaipongan ya”

“Ah Mas, bisa aja,” katanya sambil mencubit tanganku.

“Silahkan Mas diminum kopinya, aku tinggal sebentar ya mau mandi dulu, udah gerah banget nih rasanya”

Nuning masuk ke dalam kamarnya dan mengambil peralatan mandi, letak kamar mandi kontrakan itu ada di luar tapi masih dekat dengan kamar Nuning mungkin cuma sekitar 4 meter saja dari pintu kamarnya.

“Tunggu sebentar ya Mas, silakan diminum kopinya” Nuning berjalan dengan berkalungkan handuk putih dipundaknya, sementara rambutnya diikat ke belakang, terlihat cantik dan alami sekali.

Sekitar sepuluh menit Nuning di dalam kamar mandi, kudengar suara, ‘waduh gimana nih bajunya basah gini,’ akhirnya aku mendekat kamar mandi dan berteriak.

“Ada apa Ning? Ada yg bisa saya santu?” kataku sedikit cemas dan heran.

“Nggak apa-apa kok Mas, bajuku pada jatuh dan basah, Mas apa diluar ada orang lain?” Tanya Nuning sambil teriak.

“Ntar aku lihat dulu, ke pintu depan” kataku sambil berjalan ke pagar dan gang kecil menuju rumahnya.

“Nggak ada siapa-siapa” Kataku sambil mendekat ke pintu kamar mandi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan kulihat Nuning hanya berbalut handuk putihnya, kulihat pundaknya putih sekali, sementara toketnya yg montok sedikit menyembul dan pahanya yg putih dan mulus sekali terlihat tertutup handuk kira-kira 20 cm diatas lututnya, wah aku jadi kaget sekali dan tiba-tiba Nuning menengok dari belakang pintu dan berlari menuju kamarnya.

“Sorry ya Mas, bajuku pada basah semua, aku ganti baju dulu ya,” kata Nuning sambil berlari dengan tubuh mulus terbalut handuk.

Melihat pemandangan yg menggairahkan itu, mengakibatkan otot dalam celanaku berdenyut-denyut, dan sedikit mengembang, ‘gile bener, tubuhnya montok bener’. Kataku dalam hati, sambil masuk ke kontrakannya dan melihat-lihat lagi foto sensualnya.

“Maaf ya Mas, sebenarnya aku malu tadi,” kata Nuning sambil duduk di sampingku, Nuning sore itu memakai kaos kuning dan bawahan celana strit hitam ketat sebatas lutut, namun kaos panjangnya menutupi bagian bawah sampai 10 cm diatas lutut.

Malam itu kita hanya ngobrol saja sampai jam delapan malam, dari obrolan itu kutahu kalau Nuning sudah hampir setahun bekerja, pernah kuliah D-1 bagian Sekretaris dan sekarang bekerja di bagian administrasi keuangan sebuah pabrik, dan kutahu bahwa Nuning sudah punya pacar di kampungnya, namun orangtuanya kurang setuju.

“Jangan kapok main ya Mas,” kata Nuning berharap.

“Justru aku yg berharap boleh main kesini lagi kalau kamu nggak keberatan,” kataku sambil memakai sepatu, sambil berjalan pulang kuberikan kartu namaku.

“Kalau ada apa-apa telpon aja,” kataku sambil bersalaman, perlahan kuremas tangan halusnya dan Nuning kelihatan malu dan tertunduk.

“Daah” aku pamitan dan Nuning mengantarkan aku sampai ke tempat parkir.

Setelah perkenalan itu, kurang lebih dua bulan, kami hanya bersahabat saja, bahkan Nuning menyatakan kekaguman karena aku nggak pernah bertindak tdk sopan, meski kami sering pulang sampai jam 10 malam, paling hanya berpegangan tangan saja, entahlah mungkin lama-kelamaan dia mulai sayang, meski sudah kuceritakan bahwa aku sudah beristri dan punya seorang anak. Hingga suatu hari, aku masih ingat itu hari Rabu, dia menelpon ke HP-ku,

“Mas, aku pengen ngobrol bisa nggak, sore ini jemput aku ya?” kata Nuning di telepon.

“Oke, emangnya ada apa?” Tanyaku.

“Yah pokoknya nanti aja deh, aku mau cerita, udah dulu ya, sampai nanti di tempat biasanya,” Nuning menutup telponnya.

Tepat jam 16.30 aku meninggalkan kantor, kulihat dari kejauhan Nuning sudah menunggu dan sedikit melambaikan tangan kegirangan. Nuning masuk ke mobilku dan tersenyum.

“Mas, kita jangan pulang dulu ya, aku pengen cerita banyak dan menenangkan hatiku,” kata Nuning sambil menatapku.

“Oke, kita jalan-jalan ke Ciater aja ya, disana kita bisa berendam air panas sambil ngobrol,” ajakku sambil terpikir ada kolam renang yg memang cukup nyaman untuk berendam di malam hari.

“Oke, kayaknya asyik juga tuh,” Kata Nuning mengiyakan.

Aku menelepon ke rumah, dan bilang ada pekerjaan di kantor yg harus diselesaikan, kalau ada apa-apa ngebel aja ke kantor, kebetulan aku sudah setting teleponku tiga kali kring di-forwardkan ke HP-ku.

“Kamu ada masalah apa, kok kelihatan kusut begitu?” kataku sambil mencubit dagu Nuning.

“Nggak tahu kenapa aku pengen cerita masalahku ke Mas, kayaknya aku tenang kalau udah ada di sampingmu Mas,” kata Nuning sambil memegang lenganku.

Posisi mobilku memang agak susah untuk berdekatan, hingga akhirnya Nuning hanya bisa memegang lenganku saja. Sambil sedikit berkaca-kaca, Nuning menceritakan bahwa pacarnya di kampung sudah memutuskan hubungan dengannya. Selama di perjalanan aku banyak kasih nasehat dan pengertian kepadanya, dan diapun kelihatan lebih tenang. Sampai di Ayam Goreng Brebes, Lembang aku memarkirkan mobilku.

“Kita makan dulu yuk,” ajakku.

Berhubung tempat parkirnya penuh, aku agak jauh memarkir mobilku, dan baru kali ini Nuning berani berjalan disampingku sambil memeluk pinggangku, akupun akhirnya merapatkan tubuh dan memeluk pundaknya sambil menuju ke tempat makan.

Menuju ke Ciater, diperjalanan Nuning memandangku terus dan tiba-tiba saja bibirnya mengecup pipiku, aku agak gugup namun menikmati juga, sambil sesekali kuremas tangan halusnya. Wah mau nggak mau banyaknya rangsangan selama perjalanan mulai mempengaruhi adrenalinku juga. Dan sesampai di Ciater ternyata suasananya hujan agak deras, jam sudah menunjukkan jam delapan malam, berendam di kolam renang rasanya nggak mungkin, pulang juga sudah telanjur, akhirnya kutawarkan ke Nuning.

“Gimana kalau kita berendamnya di kamar aja?”

Aku agak khaNuningr dia keberatan, tapi katanya, “Ya terserah Mas aja” kata Nuning.

Di front room hotel, aku booking satu kamar yg ada bathtub buat berendam air panas, didepan meja frontroom Nuning masih memeluk pinggangku, kali ini terasa kelembutan dadanya menyentuh badanku, dan ini mau nggak mau berpengaruh pada otot pejal didalam CDku.

Malam itu Ciater dingin banget, kabut turun tebal banget setelah hujan, hingga perjalanan menuju ke kamarpun harus perlahan, petugas hotel sudah menunggu di depan kamar dan membukakan pintu kamar.

“Silahkan Pak, silahkan Bu, apa ada yg dipesan?” kata petugas hotel ramah, mengira kami pasangan suami istri.

“Sementara belum Mas, nanti saja kalau perlu saya telpon dari kamar,” kataku sambil memberi sedikit tips buat petugas hotel.

Nuning masuk ke kamar dan aku masih duduk di ruang TV, sambil mencari-cari chanel yg bagus, sambil melepas penat dua jam lebih di belakang kemudi. Tiba-tiba Nuning keluar dari kamar, alamak Nuning sudah berganti baju dengan celana pendek pink ketat dan kaos senam ketat putih polos pendek hingga kelihatan pusarnya, kulihat bayangan puting toketnya yg kemerahan, tanpa dibungkus bh, pahanya putih dan mulus menantang, sementara pantatnya yg bahenol tercetak ketat di celananya dan dadanya benar-benar montok menantang.

“Ayo Mas, katanya mau berendam? Jangan liatin gitu dong,” Kata Nuning sambil duduk disampingku.

“Oke, tapi aku nggak bawa baju berendam nih,” kataku sambil membuka baju kerjaku, aku yg sudah tdk kuat melihat pemandangan yg memancing birahi itu.

“Mas, badanmu kekar juga ya, “kata Nuning sambil memeluk lenganku dari samping, terasa toket montoknya melekat erat di lenganku.

Perlahan kuusap paha putih Nuning dan tiba-tiba Nuning berdiri dan duduk di pangkuanku, akhirnya tubuh montok itu kupeluk sambil kuangkat kakinya kuletakkan pahanya yg putih, mulus dan hangat itu diatas pangkuanku. Perlahan Nuning menatap mataku, kemudian memelukku erat sekali, terasa sekali kekenyalan toket montoknya, meski terhalang kaos tipis yg dipakainya, cukup lama Nuning menyembunyikan wajahnya di bahuku, kemudian dia berkata lirih.

“Mas, aku sayang kamu, aku takut kehilangan kamu Mas,” kubelai perlahan rambutnya, kurenggangkan pelukannya dan kutatap mata Nuning, dalam hitungan detik, bibir kami saling melumat pertama agak perlahan, sambil kunikmati kelembutan bibirnya, cukup lama kami beratraksi dengan bibir kami dan makin lama pagutan dan ciumannya makin buas, dan kamipun saling melumat bibir.

Perlahan ciuman kami agak melemah, lembut kuciumi lehernya, belakang telinga dan pundaknya, kukecup lembut tanpa suara, tangan kananku mendarat perlahan di dadanya, begitu padat, kenyal dan kencang, sementara tangan kiriku pelahan mengangkat kaos ketatnya. Nuning menengadahkan wajahnya dan membusungkan dadanya sambil mengangkat tangannya, dan segera kulepas kaos ketatnya, betul-betul keindahan toket seorang wanita yg kulihat didepanku, kulitnya yg putih bersih tanpa cacat, ditambah sepasang toket yg montok, padat dan menantang, perlahan kujelajahi dan kusapu lembut gunung indah nan menantang itu, dan perlahan kuusap putingnya yg menonjol keras kemerahan, mungkin dia sudah terangsang.

“Mas, pantatku kayak ada yg mengganjal nih, dibuka celananya ya Mas, biar nggak sakit,” kata Nuning.

Aku berdiri dan Nuning membuka reslutingku, melepas ikat pinggangku dan menurunkan celanaku.

“Apa itu Mas?” kata Nuning sambil menutup matanya dengan jari yg masih terbuka.

Otot pejalku yg sudah membesar dan mengeras sekali, tercetak jelas pada celana pendek katun yg ketat, perlahan kutarik tangan Nuning, kutempelkan tangannya menyusuri bonggol keras dari luar celana pendekku, perlahan dan lama-lama Nuning berinisiatif meremas penisku dari luar celana pendekku.

Kubiarkan Nuning mengelus dengan jemarinya dan sesekali meremas, kadang pelan kadang agak kuat, mungkin dia mulai menikmati mainan barunya, sementara kunikmati aliran kenikmatan, sambil kulihat ekspresinya.

“Gimana Ning?” kataku sambil menatap matanya.

“Mas, aku belum pernah melakukan seperti ini, tadinya malu sekali aku melihatnya, ternyata kemaluan cowok bisa segede ini ya?” katanya sambil tersipu.

“Kalau kamu mau, kamu boleh buka celanaku” kataku.

Perlahan tangan halus itu menurunkan celana pendekku dan tiba-tiba penisku yg sudah tegak dan berdiri keras seolah miniatur tugu monas, Nuning menatap tak berkedip melihat kemaluanku, pelan jarinya mengelus batangku yg tegang seperti kayu, urat-urat yg menonjol dia telusuri perlahan, alamak nikmat sekali, dan garis urat di tengah-tengah bagian belakang ditelusurinya perlahan, penisku berkedut-kedut dan tiba-tiba diremasnya kantong pelirku, sungguh kenikmatan yg luar biasa.

Kutarik Nuning untuk berdiri, kebelai pinggul indahnya, berputar kebelakang meremas bongkahan pantatnya yg bahenol, kupeluk dan kuusap erat punggungnya, perlahan kukecup lehernya, belakang telinganya dan pundaknya, kulihat dan kurasakan kulitnya merinding, Nuning mempererat pelukannya dan menempelkan ketat dadanya yg padat membusung ke dadaku, paduan antara kehangatan dan aliran birahi yg mengalir lewat kulitnya.

Nuning yg hanya tinggal memakai CD tipis warna pink, menggoyangkan dan menempelkan ketat kemaluanku yg sudah tegang membesar ke daerah bukit venusnya, meski masih terpisahkan CDnya, namun kurasakan ada kelembaban dari balik CDnya. Kulihat mata sendu Nuning menikmati foreplay yg panjang malam itu, kelihatan dia sudah terangsang sekali, dari sorotan matanya dan pelupuk matanya yg agak sembab, serta toketnya yg kencang menantang dengan puting yg mengeras.

Kuraba CDnya dan kuturunkan, Nuning membantu menurunkan CDnya dan melempar dengan ujung kakinya, sambil kucium dan kulumat bibir seksinya, kujamah dan kuremas toket montoknya, dan serta merta kuangkat tubuh telanjang nan mulus itu ke kamar dan kutidurkan diatas kasur bersprei putih bersih.

Sambil tetap menciuminya, aku tidur merapatkan ke tubuhnya, kaki kuangkat dan kegesek-gesekkan diatas paha putihnya, sementara tanganku kembali meremas dadanya yg kian montok dan menggunung dengan puting susunya yg menonjol kecil kemerahan. Perlahan aku turun menciumi lehernya dan memutar-mutarkan lidahku ke gunung kembarnya bergantian, kusapu hingga basah dengan menyisakan puting, pada bagian akhir nanti, sementara tanganku menjelajah ke pangkal pahanya, menyibak rambut kemaluannya yg halus menghitam itu, kuusap bibir memeknya dan Nuning menggelinjangkan pinggulnya.

Kuperhatikan Nuning memejamkan matanya menikmati sentuhan dan rangsangan yg kuberikan, sementara tanpa sadar penisku yg tegak dan keras, diremasnya perlahan dan kadang menguat saat rangsangan datang menguat. Kumainkan ujung jariku menyapu bibir memeknya yg sudah membasah dan kusapu pelan belahan lubang memeknya yg membasah, sambil kujilati putingnya dengan ujung lidahku bersamaan kuputar perlahan kelentitnya dengan ujung jari telunjukku,

seirama antara jilatan lidahku di ujung putingnya dan usapan ujung jari telunjukku di ujung kelentitnya, serta merta Nuning menggoyangkan pantat dan pinggulnya, menggeleparkan dan membuka lebar pahanya dan membusungkan dadanya hingga kelihatan merangsang sekali, sambil menutup matanya dengan bibir yg membasah dan sedikit terbuka, sementara tangannya menggenggam erat sekali kemaluanku yg masih mengeras dan berdenyut-denyut.

“Uuff mmaas, kau apakan tubuhku ini,” mulut Nuning mengerang menahan kenikmatan.

Tubuhnya menggelinjang keras sekali, pahanya bergetar hebat dan kadang menjepit tanganku dengan erat saat jariku masih menyentuh kelentitnya, dan tiba-tiba penisku dicengkeram dengan keras seolah mengajak untuk menikmati orgasmenya dalam foreplay itu.

Kuremas dengan irama perlahan toketnya yg tambah mengeras dan membusung itu dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku terjepit diantara kedua paha mulusnya, kemaluanku diremasnya dan tangan satunya memelukku erat sementara paha dan kakinya menggelepar keras sekali hingga sprei putih itu berserakan tak karuan, orgasme pertama sudah dirasakannya.

Tanpa berhenti kumainkan pelan tanpa henti kelentitnya, dan mungkin sekarang Nuning sudah terangsang kembali.

“Mas, tolong masukkan, aku ingin merasakannya sayang,” katanya sambil menghiba dan meringis menahan kenikmatan tiada tara yg dirasakannya.

Perlahan aku menaiki tubuhnya, pahaku menempel erat dipahanya yg mengangkang dan kepala penisku menempel di kelentitnya menggantikan ujung jari telunjukku.

Sambil kuciumi leher putihnya, pundak dan belakang telinganya, kepala penisku bergerak-gerak mengelilingi bibir memeknya yg hangat dan basah, kulihat Nuning merem melek menikmati benda pejal di bibir memeknya, lidahnya menyapu bibirnya hingga membasah, dan wajahnya memerah dengan mata merem melek tak beraturan. Dengan perlahan akhirnya sedikit demi sedikit kumasukkan batang penisku ke dalam memeknya, saat kucoba menyelipkan kepala penisku ke mulut memeknya rasanya peret dan sulit sekali, kulihat Nuning sedikit meringis dan membuka mulutnya dan sedikit menjerit.

“Aah,”

Namun akhirnya kepala penisku sudah mulai masuk dan mulai kurasakan kehangatan memeknya, perlahan kumasukkan sesenti demi sesenti, pada sekitar centimeter ke 4 menuju ke 5, Nuning tiba-tiba berteriak dan menjerit.

“Aduh Mas sakit sekali,” katanya, “Seperti ada yg menusuk dan nyerinya sampai ke perut,” katanya.

“Aku cabut aja ya?”

“Jangan, biarkan dulu kutahan rasa sakit ini,”

Aku yg sudah merasa kenikmatan yg luar biasa dan sedikit demi sedikit mulai kumasukkan lagi batang penisku. Kulihat Nuning meneteskan air mata, namun tiba-tiba dia menggoyangkan pantatnya dan tentunya akhirnya penisku hampir seluruhnya masuk, kenikmatan yg belum pernah kurasakan, penisku serasa digigit bibir yg kenyal, hangat, agak lembab dan nikmat sekali.

Akhirnya kamipun mulai menikmati hubungan badan ini.

“Mas rasa sakitnya sudah agak berkurang, sekarang keluar masukkan penismu Mas, rasanya nikmat sekali”

Perlahan aku mulai mengayun batang penisku keluar masuk ke memek Nuning, kulihat tangannya diangkat dan memegang erat-erat kepalanya dan akhirnya menarik sprei tempat tidurnya, sementara pahanya dia kangkangin lebar-lebar dan mencari-cari pinggulku, hingga akhirnya kakinya melingkar di pantatku dan seolah meminta penisku untuk dimasukkan dalam-dalam ke memeknya.

Beberapa kali ayunan, akhirnya aku agak yakin dia sudah tdk begitu merasakan sakit di memeknya, dan kupercepat ayunan penisku di memeknya. Nuning berteriak-teriak dan tiba merapatkan jepitan kakinya di pantatku, kepala menggeleng-geleng dan tangannya menarik kuat-kuat sprei tempat tidurnya, mungkin dia mau orgasme, pikirku. Tiba-tiba tangannya memelukku erat-erat dan kakinya makin merapatkan jepitannya di pantatku, kurasakan toket besarnya tergencet dadaku, rasanya hangat dan kenyal sekali, aku diam sejenak dan kubenamkan penisku seluruhnya di dalam memeknya.

“Oh, mmas aku keluar.. Ahh.. Ahh.. Ahh,”

Aku merasakan nikmat yg amat sangat, penisku berdenyut-denyut, rasanya aliran darah mengalir kencang di penisku, dan aku yakin penisku sangat tegang sekali dan begitu membesar di dalam memek Nuning, sepertimya aku juga akan mengeluarkan air kejantananku.

Beberapa saat kemudian, kubuka sedikit jepitan kaki Nuning dipantatku, sambil kubuka lebar-lebar paha Nuning, kulihat ada cairan kental berwarna kemerah-merahan dari memek Nuning, penisku rasanya licin sekali dialiri cairan itu, dan akhirnya dengan cepat aku kayuh penisku keluar masuk dari memek Nuning, nikmat sekali rasanya. Ada mungkin delapan sampai sembilan kayuhan penisku di memek Nuning, tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yg akan meledak dari dalam penisku dan akhirnya.

Croot.. Croot.. Croot.. Croot..

Memeknya berdenyut-denyut menikmati aliran maniku yg hangat, sementara kurasakan batangku masih berdenyut-denyut nikmat, kubenamkan batangku dalam kehangatan memeknya yg basah. Kupandang wajahnya yg berkeringat, perlahan kusapu dengan tanganku dan kuciumi dengan penuh rasa sayang, akhirnya kamipun terkulai lemas dan Nuning memeluk tubuhku erat, tanpa mempedulikan cairan yg merembes keluar dari lubang kenikmatannya.

Ada lebih sejam kami tertidur dalam kenikmatan, dan selanjutnya berdua kita berendam dengan air hangat di bathtub, hingga badanpun terasa segar kembali. Setelah menikmati makan malam di cafeteria, akhirnya kamipun kembali ke kamar jam 12.00 malam, mengulangi permainan dengan lebih ganas hingga jam 1 dinihari, kamipun tertidur tanpa busana, dan kupeluk tubuh telanjangnya dalam kehangatan selimut.

Hingga esoknya kuputuskan untuk mengambil cuti sehari dan sebelum checkout jam 12 siang, kami masih menyisakan dua kali permainan di kamar tidur dan di bathtub. Lain kali akan kuceritakan pengalamanku dengan Nuning di kampungnya saat aku mengantarnya mudik.


Menikmati Sempitnya Vagina Susterku Yang Hypersex

4:35 PM 3 Comments

DUNIA121.Aqu, Wawan, adalah seorang dokter yg beberapa tahun yg lalu pernah bekerja di puskesmas kecil disuatu kecamatan di Jawa beberapa kilometer dari kota S. Ketika bekerja menjadi dokter puskesmas
itu lah aku terlibat perselingkuhan dgn suster anak buahku sendiri di puskesmas itu. Saat itu aqu
masih muda (sekitar 27 tahun), kata orang parasku cakep dan macho, sedang susterku itu hitam manis
cantik terpaut sekitar 5 tahun lebih muda dariku. Aqu sendiri saat itu sudah berkeluarga beranak satu
berumur 2 tahun, demikian pula susterku yg bernama Ningsih sudah bersuami namun belom punya
momongan.

Pada saat pertama kali datang melihat puskesmas tempat aqu akan bertugas selama 5 tahun yg
terletak di suatu kecamatan yg lumayan jauh dari kota kabupaten, aqu datang sendirian. Di sana aqu
ditemui oleh seorang suster wanita yg sudah bekerja di sana selama tiga tahun semenjak puskesmas
itu selesai dibangun.

“Ningsih”, begitu dia memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya. Dalem hatiku, “Aduh,
cantik betul suster ini”.

Sambil bertanya tentang berbagai hal, yg menygkut kunjungan pasien, tentang pelaksanaan program
kesehatan yg selama ini dikerjakan olehnya (selama ini puskesmas dipimpin olehnya yg merupakan
satu-satunya suster dgn dibantu oleh 2 orang petugas lain), tentang keadaan masyarakat sekitar
puskesmas, dll, aqu tak puas-puasnya memandangi parasnya yg cantik itu. Sebaliknya, si cantik ini
juga sering dgn berani menatapku balik sambil senyum agak menantang. Pikirku, “Gawat juga anak
ini”, kelihatannya dia sangat tertarik secara seksual padaqu.

Dia cerita kalau sudah menikah selama 2 tahun dan belom berhasil hamil juga. Aqu bilang dgn sedikit
menggoda: “Wah, jangan-jangan suamimu kurang hebat caranya. Kapan-kapan saya ajari ya”.

“Ya dok, tapi jangan suami saya saja yg diajari, saya juga dong”, ujarnya.

Beberapa minggu kemudian, aqu benar-benar sudah bertugas di puskesmas ini. Aqu tinggal di rumah
tugas di samping kantor yg masih satu kompleks dgn puskesmas, demikian pula Ningsih tinggal di
rumah tugas pada kompleks yg sama namun di sisi lainnya. Istriku dari pagi sampai menjelang sore
pergi ke kota S untuk bekerja. Jadi sesiangan rumahku nyaris kosong.

Pada hari pertama, aqu mengajak Ningsih berboncengan memakai motor ke desa-desa tempat
wilayah kerjaqu untuk orientasi dan berkenalan dgn beberapa kepala desa yg kebetulan dilewati.

Perjalanan melalui jalan yg sebagian besar masih berupa tanah yg dikeraskan, dan di beberapa
tempat berupa batu “makadam” yg bergelombang. Tangan Ningsih yg kubonceng di belakangku
berkali-kali memegang paha atau pinggangku karena taqut terjatuh. Aqu senang bukan main sambil
berdebar. Berkali-kali pula payudaranya yg tidak terlalu besar namun kenyal itu menyenggol di
punggungku. Rupanya dia juga tak sungkan-sungkan untuk menempelkannya. Melihat sikapnya yg
seperti itu, aqu meramal bahwa Ningsih suatu saat pasti bisa kuajak bergelut bugil di tempat tidur.

Badan Ningsih cukupan, tingginya sekitar 160 cm, badannya langsing, kakinya mempunyai rambut-
rambut yg cukup merangsang laki laki, walau pun kulitnya sedikit gelap. Parasnya cantik mirip Tony
Braxton, si penyanyi negro itu. Payudara tidak besar, yah kira-kira setangkupan telapak tanganku.
Itu pun kukira-kira saja, karena di saat tugas badannya di balut seragam tugas Pemda. Rambutnya
sebahu. Yg jelas, parasnya cantik, seksi dan senyumnya menggoda.

Dalem perjalanan berboncengan Ningsih menceritakan perjalanan hidupnya sejak lulus sekolah dan
langsung ditempatkan di puskesmas ini. Di sini mula-mula dia tinggal bersama adik perempuannya
yg sekolahnya dibiayainya. Dia sempat berpacaran dgn seorang pemuda yg tinggal di depan rumah
tugasnya, namun akhirnya justru tetangga lainnya yg memintanya untuk dijadikan menantu.
Akhirnya permintaan belakangan itulah yg dipenuhinya sehingga Ningsih dinikahi oleh seorang
pemuda putra seorang tokoh masyarakat desa (tetangga dekat tadi) dan cukup berada, tanpa
melalui proses pacaran.

Ningsih rupanya selama itu menjadi “bunga” di desa tempat puskesmas berada. Dia menjadi inceran
banyak pemuda desa situ, juga orangtua-orangtua yg menginginkannya menjadi menantunya.

Tanpa sengaja, ketika Ningsih sedang asyik bercerita, motor saya melawati lubang yg cukup
membuat motor bergoyang keras, dan bibir Ningsih sempat menempel di leherku bagian belakang (aqu
sedikit geli, namun tentu senang dong) dan krah bajuku terkena warna merah lipstiknya. Dia segera
membersihkan krah tersebut, kawatir dicurigai istriku macam-macam. Tapi aku tenang saja, bahkan
aqu bilang: “Nggak apa-apa koq, ditempeli sekali lagi juga nggak apa-apa, apalagi kalau nggak cuma
di krah baju”. “Ih, pak Wawan macam-macam …, nanti dimarahi ibu lho.”, katanya agak genit.

Beberapa minggu kemudian nggak ada kejadian istimewa, sampai suatu hari Ningsih sakit diare dan
nggak bisa masuk kantor. Pembantunya menyusul ke puskesmas, dititipi pesan agar kalau saya sudah
tidak terlalu sibuk bisa menengok dirinya, mungkin bisa memberi advis mengenai pengobatannya.

Sesudah pasien sepi dan tak ada pekerjaan kantor yg berarti, aqu menjenguknya ke rumahnya, dan
diminta masuk kamar tidurnya. Saat itu suaminya nggak ada di rumah, karena sehari-hari suaminya
bekerja di suatu pabrik di kecamatan sebelah. Aqu melihat dia berbaring di ranjang, walau pun
sedang sakit, namun kulihat paras dan badannya justru makin merangsang dibalut baju tidur yg
cukup seksi.

Kawatir aqu nggak bisa menahan diri di kamarnya, aqu segera minta padanya, kalau masih bisa jalan
(aqu lihat sakitnya biasa saja), untuk pergi ke rumahku sesudah jam kantor minta diantar pembantu.
Toh, jaraknya cukup dekat. Sementara itu dia kuberi obat seperlunya.

Sepulang kantor, Ningsih datang ke rumah diantar pembantu, kemudian pembantunya disuruhnya
pulang duluan, sehingga aqu dan dia tinggal sendirian di rumahku. Pembantuku (suami-istri) kalau
siang seusai bekerja pulang ke rumahnya dan petangnya kembali lagi, karena mereka adalah
penduduk desa setempat.

Ningsih kusuruh masuk ke kamar periksa, kemudian kuminta berbaring di tempat tidur periksa. Aqu
memasang stetoskop, dan kuminta dia untuk membuka sebagian kancing atasnya (Ningsih memakai
pakaian rok dan kemeja blues yg dikeluarkan). Aqu mula-mula serius memeriksa dadanya dgn
stetoskop, namun begitu melihat sembulan buahdadanya yg nggak besar di balik BREAST HOULDERnya, aqu tiba-
tiba berdebar dan bergetar. Aqu nggak pernah bergetar bila memeriksa pasien wanita lain, namun
menghadapi Ningsih koq lain.

Dgn spontan tanpa meminta ijin dari empunya, buah dadanya kuraba halus dari luar dan kuelus-elus.
Ningsih tak membuat gerakan penolakan, matanya justru terpejam sekan menikmati. Seluruh
kancing bluesnya langsung kucopoti, sehingga BREAST HOULDER Ningsih itu terlihat bebas menantang.

Bibirnya kukulum dgn cepat, sambil tanganku masih mengelus-elus buah dadanya dari luar BREAST HOULDER nya yg
belom kulepas. Seperti yg sudah kuduga, kuluman bibirku disambutnya dgn ciumannya yg lembut
tapi hebat. Lidahku kujulurkan dalem-dalem ke langit-langit mulutnya, sebaliknya lidahnya segera
membalas dgn memilin lidahku. Aqu melihat Ningsih terengah-engah menahan emosinya, sambil
mengerang: “Ssssh, pak Wawan, pak, ah … argghhh … ssshhh”.

Tanpa menunggu lama, sambil Ningsih masih tetap terbaring dan mulutnya masih kubungkam dgn
bibirku, cup BREAST HOULDER nya kuangkat ke atas tanpa kucopot kancingnya terlebih dulu.
Susunya langsung tersembul keluar dgn indahnya. Benar dugaanku susunya tak besar, namun bagus
dan kencang dgn puting susu kemerahan yg tak terlalu menonjol. Itulah susu Ningsih yg sudah
kubayangkan beberapa lama dan ingin kukulum. Itulah sepasang payudara Ningsih yg masih kenyal
belom sempat mengeluarkan ASI karena belom sempat hamil.

Tangan kananku segera meraba-raba pentilnya bergantian kanan dan kiri dgn gerakan memutar yg
halus. Ningsih makin menggigil dan tambah mengerang: “Paaak, Ningsih malu paak … ssshhh
aargghhh … ssshh …”. Aqu terus menjilati bibir dan parasnya sambil berdiri, dan tanganku memijat-
mijat susunya yg ranum. Tangan Ningsih merangkul leherku, matanya berkejap-kejap, sambil
mulutnya terus mendesah di tengah-tengah kuluman lidahku.

Sesudah puas menjilati paras dan bibirnya, mulutku beralih ke leher dan belakang telinganya. Dia
makin menggelinjang sambil setengah menegakkan kepalanya. Aqu masih terus berdiri, stetoskopku
sudah kulempar jauh-jauh. Segera kemudian, mulutku sudah berada di puting susu kirinya. Aqu jilat
sepuasnya. Dada Ningsih menggeliat dan sekali-kali membusung, sehingga susunya makin terlihat
indah dan menggairahkan. Desisan Ningsih makin menghebat, “Aaarggghhh, paaaak, aqu nggak
tahan paaak …”. Tanganku pelan-pelan menelusuri pahanya yg mulus walau pun berkulit agak sedikit
gelap. Tapi warna kulit seperti ini justru sangat merangsang diriku. kemaluan di balik celanaqu sudah
menegang sejak tadi ketika aqu mulai pertama kali melihat BREAST HOULDER nya. Aqu mulai
menelusuri pahanya pelan-pelan ke atas menuju selangkangannya di balik rok yg masih dipakainya,
sambil aqu masih terus mengemut kedua puting susunya. Kulirik paras cantik susterku ini. Ah,
betapa makin merangsangnya tampakan parasnya, yg sambil sedikit merem-melek matanya
menahan nafsu birahi, mulutnya mendesis mengerang terus menerus walau pun tidak dgn suara yg
keras, “Aaarghh, paakk, aqu … aqu nggak tahan lagi paak.”

Namun, begitu tanganku sampai di pinggir celana dalemnya, tiba-tiba dia tersadar dan langsung
bilang, “Ah, pak, jangan sekarang pak ..”. Aqu agak kaget, “Mengapa Sih? Aqu sudah nggak tahan Sih,
kepingin menelanjangi kamu.” Ningsih menjawab: “Kapan-kapan pak untuk yg itu.”.

Aqu tak berani nekat meneruskan, tapi paras, bibir, dan susunya masih terus kujilati bergantian.

Aqu berciuman seperti itu sambil pakaianku masih lengkap dan masih tetap berdiri, sedang Ningsih
sudah setengah bugil sambil tetap tergolek di ruang periksa, kurang lebih setengah jam. Akhirnya,
karena aqu kawatir kalau istriku datang dari kantor, maka perbuatan kita yg sudah kerasukan nafsu
birahi yg menggelegak itu kuhentikan, dan Ningsih kusuruh berpakaian kembali dan kuminta segera
pulang. Aqu sempat berciuman sekali lagi. Mesra, seperti sepasang kekasih yg baru dilanda asmara.

Beberapa hari kemudian, sesudah kantor tutup, Ningsih yg sudah sembuh dari diarenya, kuminta
datang ke rumah. Dia datang masih memakai seragam tugas. Demikian pula aqu.

Kusuruh dia duduk di sampingku di sofa ruang tamu. Ruang tamuku tetap kubiarkan terbuka
pintunya, toh aqu tetap bisa mengontrol situasi luar rumah dari kaca besar berkorden dari dalem.
Orang luar tak bisa melihat ke dalem, karena pencahayaan dari luar jauh lebih terang.

Melihat situasi luar yg cukup aman, dan saat itu di rumah tugasku hanya ada aqu dan Ningsih, maka
kuberanikan mencoba melanjutkan apa yg sudah kumulai beberapa hari sebelomnya.

Ningsih yg berada di samping kananku langsung kupeluk mesra, kuelus rambutnya dan kucium
bibirnya dgn rasa sayang. Namun tanpa kuduga, dgn ganas (Ningsih sepintas kuperkirakan adalah
wanita yg hiperseks, dan di kemudian hari dia memang mengakuinya kalau dia nggak pernah puas
ketika berhubungan seksual dgn suaminya, walau pun menurut ukurannya suaminya mempunyai
kemampuan seksual yg sangat hebat), dia menyambut ciumanku dgn jilatan-jilatan lidahnya yg
memilin-milin lidahku. Tangannya dgn berani meraba selangkanganku yg tertutup celana tugas dan
meraba kemaluanku yg sudah menegang ketika mulai berciuman tadi. Kemaluanku dikocoknya dari
luar dgn trampil dan membuatku keenakan (jujur saja, istriku tidak bisa seperti itu).

Secara cepat dan trengginas, karena nafsu yg sudah berkobar-kobar, aqu pun langsung membuka
kancing seragam atasnya, dan dgn lahap kukeluarkan seluruh payudaranya yg ranum dari cup
BREAST HOULDER tanpa membuka kancing yg terletak di belakangnya. Susunya langsung kuremas
dgn lembut, pentilnya yg imut kupilin-pilin sampai menegang, dan aqu terus menciumi bibir dan
kadang menciumi paras dan belakang telinganya. Ningsih meregang, dan kali ini dia memanggilku
tidak lagi pak atau dok, namun sudah berubah menjadi `papa?, “Ehmmpph, sshh … paaaaaah, aqu
sayang kamu paaah, Ningsih sayang papaaah … aaarghh ….”.

Aqu pun berganti menjawab sekenanya dan seberaninya, “Aqu juga sayang Ningsih, bener aqu sayg
kamu, hari ini aqu ingin memasukkan kemaluanku ke badanmu, sayg, boleh?”

Ningsih langsung menjawab, “Boleh yaaaang, boleh … arrghhh … sshhshh … cepatan ya yaaaang …
aaaargrhhh ….”.

Mendengar jawaban itu, tanpa ragu, aqu segera memasukkan jari kedua tanganku ke
selangkangannya yg masih tertutup seragam tugas, dan dgn bernafsu kucari celana dalemnya, dan
begitu ketemu, tanpa ba-bi-bu lagi langsung kupelorot dan kusimpan di saku celanaqu. Demikian
pula Ningsih, dgn terengah-engah, langsung dia membuka resleting celanaqu dgn sebelomnya
melepaskan ikat pinggangku yg kemudian dia lempar jauh-jauh, dan tangannya dgn cepat
menyergap kemaluanku yg berukuran panjang 14 cm dgn diameter yg cukup besar. Aqu ikut
memelorotkan celanaku walau pun nggak sampai kulepas sama sekali. Tangannya dgn cekatan
mengelus kemaluanku, mengocoknya, sembari badannya menggelinjang karena jariku sudah
mengelus kemaluan kemaluannya yg basah. Sebagian jariku pelan-pelan kumasukkan ke dalem lubang
kemaluannya, dan kugeser-geser melingkari lubang sempit itu. Jempolku mencari kelentitnya, begitu
ketemu kuelus dgn permukaan dalem jempol.

“Ah, paaah, aqu nggak tahan paaah … aggghhh, ….. paaaah …..eeennaaak paaah …”, dia mengerang
setengah berteriak, namun mulutnya segera kubungkam dgn mulutku, kukulum agar suaranya tidak
terdengar oleh orang-orang yg mungkin ada di luar, kemudian kujilati bibir dan seluruh permukaan
parasnya sampai basah terkena ludahku.

Sambil setengah bergumul, mataqu selalu waspada melihat keadaan luar rumah melalui kaca
berkorden untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada orang yg mau masuk ke rumah. Karena situasi yg tidak
terlalu aman itu, aqu tidak berani melakukan adegan birahi kita ini dgn berbugil total..

Tanpa menunggu lama lagi, karena darah birahi yg sudah sampai ke ubun-ubun, badan Ningsih
kutarik ke depan badanku, sambil dia tetap duduk menghadap ke depan membelakangiku, dan aqu
bersandar setengah duduk di sofa, dgn perlahan tapi pasti, rok bawahannya kusingkap dan
kuangkat, bokongnya kupegang, selangkangannya yg sudah tak bercelana dalem kurenggangkan
lebar-lebar, pahaqu kurapatkan dgn kemaluan yg mengacung ke atas, kemudian tangan kiriku
memegang kemaluan dan kubimbing masukkan ke kemaluan (memek)-nya. Ningsih ikut membantu
memegang kemaluanku dgn tangan kanannya, dan perlahan-lahan bokongnya diturunkan ke bawah.
Kemaluannya terasa sempit juga (mungkin karena belom pernah melahirkan bayi), namun berkat
bantuan lendir kemaluannya yg sudah banyak, tanpa kesulitan yg cukup berarti kemaluanku
akhirnya berhasil masuk juga ke sebagian kemaluan depannya. Ningsih sambil menghadap ke depan
terus mengerang, bokongnya mulai bergoyang-goyang, dinaik turunkan, agar kemaluanku bisa lebih
masuk ke dalem.

“Aduuuh paaaaah, enaaak paaaah …. Ssshhh … arggh , aaduuuh paaah …”, erangnya. Aqu juga mulai
mendesis merasakan enaknya kemaluan susterku yg sangat cantik dan hot ini, sambil benakku
berseliweran membaygkan keberanianku menyebadani istri orang. Ah, persetan, salahnya punya
istri cantik disia-siakan, sehingga masih mencari memek atasannya. Betul-betul kemaluan yg nikmat,
nggak salah aqu ditempatkan di puskesmas ini, aqu bisa menikmati sepuasnya kemaluan Ningsih yg
sedap. Kepunyaan istriku sendiri tidak senikmat ini.

“Narsiiih, kamu memang enaak, Ningsih …” begitu desisku.

Sambil aqu juga ikut menggerakkan bokongku naik turun seirama dgn naik turunnya bokong Ningsih,
aqu mengocok kelentit Ningsih yg ada di depan dgn tangan kananku. Tangan kiriku terus meraba
habis susunya yg terasa kenyal di depan. Ningsih makin menggelinjang seperti cacing kepanasan,
karena kocokan jariku pada kelentitnya yg makin menonjol. Bokongnya makin dia goygkan selain
naik turun juga ke kanan kiri. Rasanya bukan main enak, tak terkirakan. Beginilah rupanya rasa
kemaluan Ningsihku, Ningsihku yg bisa menggantikan tugas istriku di siang hari, Ningsihku yg
mempunyai gerakan badan yg hebat dan nikmat.

“Siiiih, kamu sayang papa beneran nggak, aqu eeennnaaaak Siiih ….!”

“Aaaaduuuh paaaah, Ningsih sayg paapaaaah, eennaaak juga aqu paaaah, koq bisa enaaak gini ya
paaaah? Aaaargghhhh ….. ssshh … arrrgggghhhhhhhhhhhhhhhh …. Paaaaah …”

Aqu makin cepatkan kocokanku naik turun, demikian pula Ningsih, dia makin menggeliatkan
badannya ke sana kemari. Sayg, aqu nggak bisa melihat badan indahnya sambil berbugil, karena
situasinya yg tak memungkinkan.

Tiba-tiba Ningsih, setengah berteriak bergetar-getar badannya, “Aaarghhh … paaah, aqu nggak
tahaaan paaaah, aqu mau orgasme paaaaah, paaaaah …”. Aqu sendiri hampir nggak tahan juga
merasakan denyutan kemaluannya yg asyik. Sekali lagi, betul-betul kemaluan yg enak dan nikmat

“Nggak apa-apa Siiih, kalau mau orgasme, nggak usah ditahan Siiih, papa juga mau keluar, aarghhh …”.

Gerakan kemaluanku makin kupercepat walau pun tidak terlalu bebas, karena posisiku yg di bawah,
sambil tanganku mengocok susu dan bibir Ningsih kucari dan kumasukkan jempolku ke mulutnya
dan segera diempotnya seperti bayi sambil terus mendesah. Tak lama kemudian, Ningsih
mengejang, “Arrrggghhhhh paaaaaaaaah …. Arrrghhhhhh ……”, badannya bergetar, rupanya Ningsih
sudah orgasme hebat. Kemaluanku terasa dijepit berdenyut-denyut. Karena proses orgasme
badannya menggeliat seksi ke belakang sehingga tampak makin menggairahkan.

Pemandangan itu, walau cukup kulihat dari belakang, membuat aqu juga sudah merasa nggak tahan
lagi, geli hebat mulai terasa di ujung kemaluan yg masih berada di kemaluan Ningsih. Goyanganku
kupercepat lagi, Ningsih kupeluk erat-erat, dan … “Aaaarhggggghhh … aqu juga keluar Siiiih …
eenaaaak Siiih …..”.

Bokong Ningsih kutarik keras-keras ke bawah agar seluruh kemaluanku terbenam di kemaluannya,
dan kusemprotkan keras-keras air maniku ke dalem kemaluannya, sambil berharap agar ada
spermatozoa yg bisa menyerbu ovumnya sehingga menghasilkan pembuahan, karena mendadak hari
ini aqu merasa mencintai Ningsih, tidak sekedar mencari kepuasan seksual saja.

“Ooooh paaaah, aqu cinta kamu paaaah …., Ningsih sayang kamu paaah. Aqu kepingin anak dari kamu
paaah …” kata Ningsih sambil terus memutar-mutarkan dan menekan bokongnya menjadikan
kemaluanku seperti diperas-peras isinya, dan beberapa kali menyemprotkan mani sampai ludas.
“Aqu juga sayg kamu, Ningsih … kapan-kapan aqu ingin mengajakmu main seks sambil betulan
telanjang bulat, mau ya Siih …?”

Ningsih langsung menjawab dgn manja: “Tentu Ningsih mau sekali paah, minggu depan ya paah, kita
cari tempat enak untuk bikin anak yg nikmat ya paah?”

Menikmati 2 Vagina Sepet Yang Sexy Dan Montok Dalam 1 malam

5:45 PM 3 Comments

DUNIA121.Seperti yang kujanjikan, beberapa teman kantorku akhirnya menjadi langganan pijatan Bu susi setelah aku mempromosikannya. Rupanya pijatannya benar-benar disukai para pria. Termasuk Pak Marmo, atasanku.
Bahkan ada dua temanku yang menanyakan kemungkinan untuk tidak sekadar mendapat layanan memijat dari Bu susi tetapi lebih dari itu. “Kayaknya bisa nggak To kalau Bu susi diajak begituan. Aku suka lho wanita tipe seperti dia. Sudah paruh baya tapi tubuhnya masih bagus dan terawat,” kata Rizal, teman sekantorku suatu hari setelah hari sebelumnya dipijat Bu susi di rumahnya.

 Rizal juga cerita, saat dipijat ia sempat menggerayang ke balik daster yang dipakai Bu susi. Tetapi ternyata, kata Rizal, Bu susi di samping memakai celana panjang ketat sebatas lutut juga memakai celana dalam rangkap. “Entah rangkap berapa celana dalam yang dipakainya. Aku sampai nggak bisa merasakan empuknya memek dia,” ungkap Rizal menambahkan.

Mendengar ceritanya aku jadi ingin ketawa sekaligus bangga. Sebab ide memakai pakaian seperti itu saat memijat memang atas saranku. Karena kuyakin para pria pasti tertarik untuk iseng dan coba-coba. Tetapi agar Rizal menjadi penasaran dan tetap menjadi langganan pijat, kukatakan padanya kalau aku tidak tahu bisa tidaknya Bu susi memberi layanan seks selain memijat.
“Selama ini sih aku hanya tahu ia tukang pijat yang baik dan pijatannya enak. Kalau sampai ke masalah itu saya tidak tahu. Mungkin kalau pendekatannya pas bisa saja ia mau melayani. Apalagi kan udah cukup lama ia ditinggal suaminya,” ujarku.
Pria lain yang juga terang-terangan menyatakan ketertarikannya pada Bu susi adalah atasanku. Bahkan setelah aku sering mengantar Bu susi untuk memijat, karena Pak Marmo lebih senang pijat di rumahnya, ia menjadi semakin dekat denganku. Aku juga dipercaya memegang sebuah proyek dengan nilai cukup besar, sesuatu yang belum pernah dipercayakan padaku.

Menurut Pak Marmo, pijatan Bu susi bukan hanya enak tetapi juga mampu menggairahkan kejantanannya. “Jangan cerita ke siapa-siapa ya. Saya dengan ibu sudah lama tidak jalan lho. Nggak tahu kenapa. Tetapi melihat pemijat tetanggamu itu dan mendapat pijatannya, sepertinya mulai agak bangkit. Suaminya sampai sekarang belum pulang?” kata Pak Marmo ketika aku menghadapnya di ruang kerja.
Pak Marmo mengundangku karena nanti malam jadwalnya dia dipijat Bu susi. Tetapi menurut dia, istrinya juga ada rencana belanja ke supermarket dan menemui salah satu koleganya pedagang permata. Selain mengantar Bu susi ke rumahnya, aku diminta bantuan menyopir mobil untuk mengantar istrinya.

Sebagai seorang bawahan terlebih karena kebaikannya mempercayakan sebuah proyek berdana besar kepadaku, kusampaikan kesediaanku. Namun sebelum aku keluar dari ruangannya ia kembali mencegah dan berbisik. “Eh Ton, kira-kira bisa nggak tukang pijat itu memberi layanan lebih? Kamu bisa bantu atur?”
Aku paham kemana arah pembicaraan atasanku itu. Maka seperti yang kusampaikan kepada dua temanku yang menjadi langganan pijat Bu susi, kukatakan bahwa selama ini yang kutahu ia hanya berprofesi sebagai pemijat dan soal yang lain-lain belum tahu. Hanya kepada Pak Marmo kukatakan akan mencoba melakukan pendekatan ke Bu susi.

Setelah keluar dari ruang kerja atasanku, aku menemui Bu susi. Sambil berpura-pura cemburu kuceritakan soal ketertarikan atasanku kepadanya. Tetapi juga kuceritakan tentang kebaikan Pak Marmo termasuk kepercayaannya memberikan proyek besar di bawah penangananku.

Bu susi cerita, setiap dipijat Pak Marmo memang berusaha merayunya. Juga berusaha menggerayang ke balik pakaian seperti temanku yang lain. “Tetapi kelihatannya punya Pak Marmo sudah sulit bangkit kok,” ujar Bu susi.

“Oh jadi cerita Pak Marmo soal kemampuan seksnya yang sudah berkurang itu bener?” Kataku pura-pura kaget.
“Jadi enaknya sikapnya gimana Pak Anto. Dia kan atasan bapak dan juga baik sama bapak,” ujarnya lagi.
Akhirnya dengan seolah-olah sebagai sesuatu yang sangat sulit untuk kuputuskan, kukatakan padanya bahwa karena kondisi kemampuan seks atasanku tidak normal maka sebaiknya Bu susi membantunya. Saat memijat, sebaiknya tidak memakai celana dalam rangkap tiga dan juga tidak memakai celana panjang di balik daster yang dipakai.

“Maksud saya agar Pak Marmo terangsang karena dia suka sama ibu. Memang resikonya Pak Marmo jadi leluasa menjahili ibu sih. Tetapi niatnya kan untuk membantu menyembuhkan dia. Gimana menurut ibu?”
“Kalau itu yang terbaik menurut Pak Anto saya sih nurut saja. Tetapi Pak Anto jangan cemburu ya,”
Bu susi langsung kupeluk. Kukatakan padanya bahwa sebenarnya aku sangat cemburu dan tidak suka tubuh Bu susi diraba dan dipegang-pegang orang lain. Tetapi demi menolong atasanku itu dan demi membalas kebaikannya aku akan berusaha untuk tidak cemburu. “Asal yang ini jangan diberikan semua ke Pak Marmo ya bu. Saya suka banget dengan yang ini,” ujarku sambil meraba memek Bu susi setelah menyingkap dasternya.

Tadinya aku berniat melepaskan hasratku untuk menyetubuhi tubuh montok tetanggaku itu. Tetapi setelah saling memagut dan hendak saling melepaskan baju, kudengar anak-anak Bu susi pulang dari sekolah. Hingga kuurungkan niatku dan langsung keburu menyelinap lewat pintu belakang.

Seperti yang kujanjikan, sekitar pukul 17.00 kujemput Bu susi dan kuantar ke rumah Pak Marmo. Bu susi memakai seragam baju terusan warna putih seperti yang biasa dipakai suster rumah sakit. Itu memang baju seragamnya saat memijat. Tetapi dari bentuk cetakan celana dalam yang membayang di pantatnya yang besar, kuyakin ia tidak pakai celana panjang dan celana dalam rangkap seperti biasanya. Rupanya ia benar-benar memenuhi janjinya untuk melayani Pak Marmo dengan lebih baik seperti yang kusarankan.

Kulihat Pak Marmo sedang menyiram bunga di halaman rumahnya saat aku datang. “Eh To, silahkan masuk. Tuh istriku udah uring-uringan karena sudah dandan dan siap berangkat,” ujarnya mempersilahkan.

Benar Bu Marmo sudah berdandan rapi dan siap pergi. Bahkan ia langsung menyerahkan kunci kontak mobil kepadaku. “Wah ibu takut Nak Anto telat datang. Soalnya selain belanja ibu kan harus ke rumah Bu Ramli, jadi takut kemalaman,” kata Bu Marmo.

Bu Marmo menyapa Bu susi ramah dan mempersilahkan masuk ke ruang tamu rumahnya. Ia meminta Bu susi menunggu karena suaminya belum mandi. Bahkan kepada Bu susi juga berpesan untuk istirahat di kamar tamu rumahnya kalau selesai memijat nanti ia belum pulang. “Santai saja Mbak susi nggak usah sungkan-sungkan. Kalau mungkin nanti saya juga ikut dipijat,” ujar Bu Marmo yang langsung mengahmpiriku yang sudah siap dengan mobil Kijang keluaran terbaru milik keluarga itu.

Usia Bu Marmo mungkin sebaya dengan Bu susi. Atau boleh jadi lebih tua satu atau dua tahun. Namun dengan pakaian stelan jas tanpa kancing yang dipadu dengan kaos warna krem di bagian dalam serta celana panjang ketat warna hitam senada, wanita itu tampak berwibawa.

Bau harum yang lembut dari wangi farfumnya membaui hidungku saat ia masuk ke dalam mobil. Ia menyebut nama sebuah suoermarket ternama hingga aku langsung menjalankan mobil perlahan. Untung aku yang biasanya hanya memakai T shirt, tadi memutuskan memakai baju lengan panjang meski untuk celana tetap memilih jins. Hingga tidak terlalu canggung mengantar istri atasanku.

Ukuran dan bentuk tubuh Bu Marmo nyaris sama dengan Bu susi, tinggi besar. Kakinya panjang dan kekar. Hanya perutnya relatif lebih rata, mungkin karena rajin senam dan olahraga hingga tubuhnya tampak lebih liat.

Awalnya pembicaraan lebih bersifat formal. Tentang bagaimana sikap kepemimpinan suaminya di kantor dan bagaimana penilaianku sebagai bawahan. Namun lama kelamaan perbincangan menjadi lebih cair setelah topiknya menyangkut keluarga. “Sebentar lagi cucu saya dua lho Nak Anto. Sebab Menik kemarin telepon katanya sudah hamil,” kata ibu beranak tiga itu.

“Kalau ngomongnya sama orang yang tidak tahu keluarga ibu nggak akan percaya kalau ibu sudah punya cucu,”
“Lho kok?”
“Soalnya dari penampilan ibu, orang pasti mengira usianya belum 40 tahun. Soalnya ibu terlihat masih muda dan energik,” kataku memuji.

“Ah bisa saja Nak Anto. Pujiannya disimpan saja deh untuk istri Nak Anto. Pasti istrinya cantik ya karena Nak Anto kan pandai merayu,”
Lewat kaca spion, wanita yang sehari-hari menjadi kepala sekolah di sebuah SD itu kulihat tak mampu menyembunyikan perasaan bangganya atas pujian yang kuberikan. Seulas senyum manis terlihat menghias wajahnya, wajah yang masih menyimpan sisa-sisa kecantikan di usianya yang sudah lebih dari setengah abad.

Melihat Bu Marmo aku jadi ingat Bu susi. Wanita itu pasti lagi sibuk memijat tubuh atasanku. Atau boleh jadi sambil memijat ia jadi terangsang karena tangan Pak Marmo yang menggerayang ke paha dan selangkangan atau di memeknya yang kini hanya dibalut satu buah celana dalam.

Membayangkan semua itu aku kembali melirik Bu Marmo yang ada di sebelahku. Perbedaan Bu susi dengan Bu Marmo mungkin hanya pada warna kulitnya. Kulit Bu susi lebih terang dan Bu Marmo agak gelap. Kalau teteknya, aku berani bertaruh payudara istri atasanku ini juga cukup besar ukurannya. Meski tertutup jas hitam dan kaos krem yang dipakainya, tonjolan yang dibentuknya tak bisa disembunyikan.
Di luar itu, yang pasti Bu Marmo lebih wangi dan boleh jadi tubuhnya lebih terawat. Sebab ia memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk merawat tubuh dan membeli parfum mahal. Tetapi begitulah hidup, rumput tetangga memang selalu nampak lebih hijau dibanding rumput di halaman sendiri.

“Sudah berapa lama ya Pak Marmo tidak menyentuh wanita berwajah manis ini? Ah aku juga mau kalau diberi kesempatan,” ujarku membathin sambil melirik bentuk kakinya yang panjang dan tampak indah dibalut celana hitam ketat.
Gara-gara terus-menerus melirik Bu Marmo, mobil yang kubawa nyaris menabrak becak. Untung Bu Marmo mengingatkan hingga aku bisa sigap menghindar. “Makanya jangan meleng! Kenapa sih, sepertinya Nak Anto ngelihatin ibu terus deh,”
“Ee.. ee.. anu.. eee ibu cantik banget sih,” jawabku sekenanya.
“Hush… orang sudah nenek-nenek dibilang cantik,”


Tanpa terasa mobil akhirnya memasuki pelataran parkir supermarket yang dituju. Tadinya aku berniat menunggu di tempat parkir sementara istri atasanku itu berbelanja. Tetapi Bu Marmo memintaku menemani masuk ke supermarket. Bahkan ia menggamit lenganku sambil berjalan di sisiku layaknya seorang istri pada suami.

Sebagai anak buah dari suaminya, sebenarnya aku agak canggung. Tetapi karena Bu Marmo terkesan sangat santai, aku pun akhirnya bisa bersikap wajar. Bahkan setelah berkali-kali tanpa disengaja lenganku menekan buah dada Bu Marmo yang kelewat merapat saat berjalan, aku mulai nekad mengisenginya. Sambil berjalan, siku lengan kiriku sengaja kutekan ke teteknya hingga kurasakan kelembutan buah dadanya.

 Entah tidak tahu ulah isengku atau tahu tetapi pura-pura tidak tahu, Bu Marmo bukannya menghindar dari siku lenganku yang ‘nakal’. Sambil terus melangkah di sisiku untuk melihat-lihat barang-barang di supermarket posisi tubuhnya malah kian merapat. Akibatnya tonjolan buah dadanya kurasakan ikut menekan lenganku. Aku juga mulai bisa memperkirakan seberapa besar tetek istri atasanku itu.
Sebenarnya aku kurang begitu suka mengaantar istri berbelanja. Sebab biasanya, istriku suka berlama-lama khususnya ketika berada counter pakaian. Begitu pun Bu Marmo, hampir setiap baju dan gaun wanita yang menarik hatinya selalu didekati dan beberapa diantaranya dicobanya di kamar pas.
Namun aku yang biasanya jenuh dan menjadi bersungut-sungut, kali ini malah menikmatinya. Sebab sambil menunggu wanita itu memilih baju-baju yang hendak dibelinya, aku jadi punya banyak kesempatan untuk melihat bentuk tubuh istri atasanku itu. Saat kuamati dari belakang, wanita yang usianya sudah kepala empat itu ternyata masih lumayan seksi.
Dalam balutan celana ketat yang dipakainya, pinggul dan pantat Bu Marmo benar-benar aduhai. Apalagi celana dalam yang dipakainya jadi tercetak sempurna karena ketatnya celana warna hitam yang dikenakan. Aku terus melirik dan mencari kesempatan untuk menatapnya saat Bu Marmo membungkuk atau memilih-milih pakaian yang menjadikan posisi pantatnya menonjol.
Saat hendak mencoba baju yang diminatinya di kamar pas, Bu Marmo menitipkan tasnya padaku sambil meminta berada tak jauh dari lokasi kamar pas. Lagi-lagi goyangan pinggul dan pantat besarnya menggoda mataku saat ia melangkah. Pikiranku jadi menerawang membayangkan Bu susi. Ada perasaan cemburu karena kuyakin Pak Marmo lagi berusaha merayu atau malah sudah berhasil menaklukkan Bu susi dan tengah menikmati kemontokkan tubuh wanita itu. Ah andai Bu Marmo bisa kurayu atau membutuhkan layanan seksku, ujarku membathin.
Aku merasakan adanya peluang untuk itu ketika kudengar Bu Marmo memanggilku dari kamar pas. Dengan tergesa aku menuju ke kamar pas yang letaknya agak terpencil dan tertutup oleh display aneka pakaian di supermarket tersebut. Namun di lokasi itu, istri atasanku tak kunjung keluar dan menyampaikan maksudnya memanggilku hingga aku nekad melongokkan kepala dengan menyibak tirai kamar pas.
Ternyata, di kamar pas Bu Marmo dalam keadaan setengah telanjang. Karena setelah mencoba baju dan celana yang hendak dibelinya ia belum memakai pakaiannya lagi. Hanya BH dan celana dalam krem yang menutup tubuhnya. Maka yang semula hanya bisa kubayangkan kini benar-benar terpampang di hadapanku.
Wanita yang usianya tidak muda lagi itu, benar-benar masih menggoda hasratku. Teteknya nampak agak kendur, tetapi besar dan bentuknya masih bagus. Pahanya mulus tanpa cela. Hanya meskipun perutnya tidak membuncit seperti perut Bu susi, namun terlihat bergelombang dan ada beberapa kerutan. Maklum karena faktor usia. Sedangkan gundukkan di selangkangannya benar-benar membuatku terpana, besar dan membukit. Bisa kubayangkan montoknya memek Bu Marmo dari apa yang tampak oleh cetakan pada celana dalam yang membungkusnya.

Dan anehnya kendati tahu akan kehadiranku, ia tak merasa jengah atau mencoba menutupi ketelanjangannya. Bahkan meskipun mataku terbelalak dan terang-terangan menjilati ketelanjangannya. “Ih kayak yang nggak pernah lihat perempuan telanjang saja. Nak tolong ke sales untuk bajunya ganti nomor yang lebih besar sedikit. Yang ini kekecilan,” ujarnya tetap santai.
Saat kembali seusai menukar baju pada sales, Bu Marmo memang telah memakai kembali celana panjang warna hitamnya. Tetapi di bagian atas tetap terbuka. Bahkan tanpa menyuruhku pergi, ia segera memakai pakaian yang kusodorkan untuk dicobanya dihadapanku. “Menurut Nak Anto, ibu pantes nggak pakai pakaian model seperti ini,” ujarnya meminta komentarku.
“Ee.. ee bagus. Seksi banget,”
“Hus dimintai pendapat kok seksi.. seksi. Seksi apaan sih,”
“Ee maksud saya dengan pakaian itu ibu terlihat makin cantik dan seksi,” kataku yang tidak berkedip menikmati kemewahan buah dadanya.

Entah karena pujianku atau menganggap baju itu memang sesuai seleranya, Bu Marmo akhirnya memutuskan membelinya di samping beberapa stel pakain lainnya. Hanya ketika aku menemani di counter pakaian dalam dan ia memilih-milih BH nomor 36B, sambil berbisik kuingatkan bahwa nomor itu terlalu kekecilan dipakai olehnya.
“Ih sok tahu,” ujarnya lirih.
“Kan tadi sudah dikasih lihat sama ibu,”
Bu Marmo mencubit pinggangku. Tetapi tidak sakit karena cubitan mesra dan gemas. Kalau bukan ditempat keramaian, rasanya aku sudah cukup punya keberanian untuk memeluk atau mencium istri atasanku itu. Karenanya setelah membayar semua yang dibelinya, saat keluar dari supermarket lengannya kugamit untuk meyakinkannya bahwa aku pun tertarik padanya.
Seperti tujuannya semula, setelah dari supermarket Bu Marmo berniat ke rumah temannya untuk urusan pembelian perhiasan. Tetapi menurutnya ia agak lapar dan ingin menu ikan bakar. Maka seperti yang dimintanya, mobil pun meluncur ke kawasan pantai di mana terdapat rumah makan yang berbentuk saung-saung terpisah dan tersebar dan khusus menjual aneka menu seafood.

Setelah memesan beberapa menu dan minuman, kami menuju ke salah satu saung paling terpencil dan tertutup rimbun pepohonan. Tadinya Bu Marmo memprotes karena menurutnya tempatnya terlalu gelap dan terpencil. Tetapi saat tanganku melingkar ke pinggangnya dan kukatankan bahwa lebih gelap lebih asyik, protesnya yang boleh jadi cuma pura-pura segera berhenti dan hanya sebuah cubitan darinya sebagai jawabannya.
Dari pinggangnya tanganku meliar turun merayap di pantatnya. Dari luar celana ketat yang dipakainya, pantat besarnya kuraba. Bokongnya yang lebar masih lumayan padat, hanya agak sedikit turun. Dengan gemas kuusap-usap dan kuremas pantat Bu Marmo. Lagi-lagi ia tidak menolak dan bahkan kian merapatkan tubuhnya. Maka setelah di dalam saung, ia langsung kupeluk dan kulumat bibirnya.

Sejenak ia tidak bereaksi. Hanya diam membiarkan lidahku bermain di rongga mulutnya. Namun setelah tanganku merayap di selangkangannya dan menelusup masuk ke dalamnya melalui risleting celananya yang telah kuturunkan, pagutanku di mulutnya mulai mendapatkan perlawanan. Bibir dan lidah Bu Marmo ikut aktif melumat dan memainkan lidahnya.
Memek istri atasanku itu tak cuma tebal, tapi juga lebar dan membusung. Itu kurasakan saat telapak tanganku mengusap dari luar celana dalam yang dipakainya. Tetapi nampaknya tak berambut. Permukannya terasa agak kasar karena munculnya rambut-rambut yang baru tumbuh. Sepertinya ia baru mencukur bulu-bulu jembutnya itu.
Namun saat aku hendak lebih memelorotkan celana panjangnya agar leluasa meraba dan mengusap memeknya Bu Marmo mencegah. “Jangan Nak Anto, nanti ada orang. Kan pelayan belum ke sini buat nganterin pesanan makanan kita,” sergahya.
“Ii… ii.. iya Bu,”
Benar juga, ujarku membathin. Aku terpaksa menahan diri untuk tidak meneruskan niatku memelorotkan celana panjang yang dipakai Bu Marmo. Hanya usapan dan rabaanku di busungan memeknya tak kuhentikan. Bahkan sesekali aku meremasnya dengan gemas karena keinginan untuk memasukkan jariku ke lubang nikmatnya tak kesampaian.
Diobok-obok di bagian tubuhnya yang paling peka, kendati masih di luar celana dalamnya, Bu Marmo mendesah. Pelukannya semakin ketat dan lumatannya di bibirku makin menjadi. Rupanya wanita yang usianya sudah di atas kepala lima itu mulai terbangkitkan hasratnya.

Aku dan Bu Marmo baru melepaskan pelukan dan segera berbenah setelah dari jauh kulihat dua pelayan wanita membawa nampan berisi makanan dan minuman yang kami pesan. Selembar uang pecahan Rp 20 ribu kusisipkan di nampan salah satu pelayan perempuan setelah mereka selesai menghidangkan yang kami pesan. “Terima kasih dan selamat menikmati,” kata keduanya sambil melemparkan senyum dan beranjak meninggalkan saung yang kami tempati.

Tetapi bukannya makanan yang terhidang yang kuserbu setelah kedua pelayan meninggalkan saung. Dari arah belakang kudekati dan kupeluk Bu Marmo yang di tikar saung yang menyajikan makanan secera lesehan itu. “Tidak makan dulu Nak Anto?” ujar Bu Marmo.

Tetapi aku tak peduli pada apa yang dikatakan istri atasanku itu. Hasrtaku lebih besar untuk segera menikmati kehangatan tubuhnya ketimbang makanan yang tersaji. Hingga setelah membenamkan wajahku ke keharuman rambutnya, tanganku langsung meliar, Meremasi teteknya dari luar t shirt warna krem yang dipakai dibalik jaketnya yang tak terkancing.
Seperti tetek Bu susi, susu Bu Marmo juga sudah agak kendur. Tapi dari segi ukuran, nampaknya tak jauh beda. Besar dan empuk, entah bentuk putingnya. Sambil kuciumi tengkuk dan lehernya, tanganku merayap ke balik t shirt yang dipakainya. Kembali aku meremas teteknya dan kali ini langsung dari BH yang membungkusnya. Kelembutan buah dada Bu Marmo baru benar-benar dapat kurasakan setelah aku berhasil merogoh dan mengeluarkannya dari BH.

Bu Marmo mulai menggelinjang dan mendesah saat aku meremas-remas teteknya perlahan dan memainkan puting-putingnya. Ia menyandarkan tubuh ke dadaku seakan memasrahkan tubuhnya padaku. “Sshhh….aaahhh….. sshhh….aahhh… ibu sudah lama tidak begini Nak Anto,” ujarnya mendesah.
“Lho kan ada Pak Marmo,” kataku menyelidik.
“Dia jarang mau diajak dan sudah sulit bangun itunya,”
Meski sudah mendengar langsung dari Pak Marmo aku agak kaget karena ternyata cerita atasanku itu benar adanya. Pantesan Bu Marmo merasa tidak ada masalah meninggalkan suaminya dipijat wanita lain berdua di rumahnya.

Ternyata wanita yang ada dalam pelukanku ini sudah lama tidak dijamah suaminya. Membayangkan itu aku makin terangsang. Jas hitam yang dipakai Bu Marmo kulepas dari tubuhnya. Namun saat hendak kulepas kaos krem yang dikenakan dibalik jaket, wanita istri atasanku itu mencegah. “Takut nanti ada yang ke sini Nak Anto,” ujarnya.

Meski aku telah membujuknya bahwa tak mungkin ada pelayan yang datang kecuali tombol bel yang ada ditekan untuk memanggil, Bu Marmo tetap menolak. Menurutnya ia tetap merasa was-was karena berada di ruang terbuka. “Kalau celana dalam ibu saja yang dibuka nggak apa-apa,” katanya akhirnya.
Agak kecewa sebenarnya karena aku ingin melihat tubuh istri atasanku dalam keadaa bugil. Tetapi membuka celana berarti memberiku kesempatan melihat memeknya. Bagian yang paling ingin kulihat pada tubuh Bu Marmo karena saat di kamar pas supermarket, bagian membusung di selangkangannya itu masih tertutup celana dalam.

Tanpa membuang kesempatan, segera kubaringkan Bu Marmo di lantai saung yang beralaskan tikar itu. Kubuka kancing celana hitam yang dipakai dan kutarik risletingnya. Kini kembali kulihat gundukan memeknya yang masih dibungkus celana dalam krem. Aku menyempatkan membelai memek istri atasanku itu dari luar celana dalamnya sebelum menarik dan memelorotkan celana panjangnya. Benar-benar tebal, besar dan masih cukup liat.

Aku makin terpana setelah memelorotkan celana dalamnya dan membuat tubuh bagian bawah Bu Marmo benar-benar bugil. Memeknya benar-benar nyempluk, membusung dan tanpa rambut. Kalau dibiarkan tumbuh mungkin jembut di memek Bu susi masih kalah lebat. Namun Bu Marmo rupanya lebih senang mencukurnya, hingga nampak gundul dan polos.

Memek tembemnya itu terasa hangat saat aku menyentuh dan membelainya. Tetapi sekaligus terasa kasar karena bulu-bulu jembutnya mulai tumbuh. Aku yang menjadi makin terangsang dan tak sabar untuk melihat itilnya, segera membuka posisi kaki Bu Marmo yang masih merapat.
Ah lubang memeknya ternyata sudah lebar, menganga diantara bibir kemaluannya yang tebal dan berkerut-kerut. Bibir kemaluannya coklat kehitaman. Tetapi itilnya yang mencuat menonjol di bagian atas celah memeknya nampak kemerahan. Aku tak lagi bisa menahan diri. Langsung kukecup memeknya dengan mulutku. Memek Bu Marmo ternyata sangat terawat dan tidak berbau. Ia mendesah dan makin melebarkan kangkangan pahanya saat lidahku mulai menyapu seputar bibir luar vaginanya.
Lidahku terus menjelajah, melata dan merayap seolah hendak melumasi seluruh permukaan tepian labia mayoranya.kumainkan kacangnya yang kemerahan Bahkan dengan gemas sesekali bibir vaginanya yang telah menggelambir kucerucupi. Membuat Bu Marmo mendesis mengangkat pantat menahan nikmat. “Aakkhhh… sshhh… shhh… aahhh…. ookkhhh…. ssshhhh,” rintih wanita itu mengikuti setiap sapuan lidah dan cerucupan mulutku di memeknya.

Sambil mendesis dan mendesah, kulihat Bu Marmo meremasi sendiri susunya dari luar kaos warna krem yang dipakainya. Rupanya ia sangat menikmati sentuhan awal oral seks yang kuberikan. Aku yang memang berniat memberi kesan mendalam pada persetubuhan pertama dengan istri atasanku itu, segera meningkatkan serangan. Dengan dua tanganku bibir memeknya kusibak hingga terlihat lubang bagian dalam kemaluannya. Lubangnya cukup sempit dan terlihat basah.

Ke celah lubang nikmat itulah lidahku kujulurkan. Terasa asin saat ujung lidahku mulai memasuki lorong kenikmatannya dan menyentuh cairan yang keluar membasah. Aku tak peduli. Ujung lidahku terus terulur masuk menjelajah ke kedalaman yang bisa dijangkau. Bahkan di kedalaman yang makin pekat oleh cairan memeknya, lidahku meliar. Melata dan menyodok-nyodok. Akibatnya Bu Marmo tak hanya merintih dan mendesah tapi mulai mengerang.

“Aahhkkkhhh…. aaahhh…. oookkkhhhh… enak banget Nak Anto. Oookkh.. terus.. Nak, aaakkkhhhhh,” erangnya kian menjadi.

Bahkan ketika lidahku menjilat itilnya, tubuh istri atasanku itu mengejang. Ia mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya. Seolah menjemput lidahku agar lebih dalam menggesek dan mendesak ke kelentitnya. Kesempatan itu kugunakan untuk menempatkan kedua tanganku untuk menangkup dan menyangga pantatnya. Dan sambil terus menjilati itilnya kubenamkan wajahku di permukaan memeknya sambil menekan dan meremas-remas pantatnya.

Kenikmatan tak tertahan yang dirasakan Bu Marmo akibat jilatan-jilatan di kelentitnya membuat gairah wanita itu makin memuncak. Kakinya mengelonjot dan menyepak-nyepak sambil erangannya makin menjadi. Bahkan kepalaku dijambaknya. “Ahh.. ahhh.. ooohh ….aaaauuuhhhhh…. enak.. sshhh…. sshhh…. aahhh enak banget. Ibu nggak tahan Nak Anto, aaahhh…. aahhhh,” sesekali tangannya berusaha menjauhkan kepalaku dari memeknya.

Tetapi aku tak peduli. Jilatan lidahku di itilnya bukannya kuhentikan tetapi makin kutingkatkan. Bahkan dengan gemas, bagian paling peka di kemaluannya itu kucerucupi dan kuhisap-hisap. Akibatnya ia tak mampu bertahan lebih lama. Pertahanannya jebol. Kedua pahanya yang kekar menjepit kencang kepalaku dan menekan hebat hingga wajahku benar-benar membenam di memeknya.

Berbarengan dengan itu ia memekik dan mengerang kencang namun tertahan. Cairan kental yang terasa hangat juga kurasakan menyemprot mulutku uang masih menghisap itilnya. Saat itulah aku tahu Bu Marmo baru saja mencapai puncak kenikmatannya. Rupanya, upayaku untuk membuatnya orgasme tanpa mencoblos memeknya dengan kontolku berhasil.

Setelah beberapa lama, nafas Bu Marmo yang sempat memburu berangsur pulih seiring dengan mengendurnya jepitan paha wanita itu di kepalaku. Hanya ia tetap terbaring. Mungkin tenaganya terkuras setelah puncak kenikmatan yang didapatnya. Kesempatan itu kugunakan untuk menyeka dan membersihkan mulutku memakai serbet makan yang tersedia bersama sejumlah menu makanan yang belum sempat kami sentuh.


 Aku baru saja menenggak habis segelas teh manis hangat yang sudah diingin saat Bu Marmo menggeliat dan terbangun. Kulihat ia tersenyum padaku. Senyum yang sangat manis. Mungkin sebagai ungkapan terima kasih atas yang baru kuberikan dan sudah lama tidak diperoleh lagi dari suaminya. “Nak Anto sudah lapar? Kalau lapar makan dulu deh,” ujarnya.
“Saya sudah kenyang kok Bu,” jawabku.
“Kenyang apa, wong baru minum teh saja kok,”
“Bukan kenyang karena makanan. Tetapi karena menjilati memek ibu yang mantep banget,” candaku sambil menatapi busungan memeknya.
“Ih dasar. Ibu bener-bener nggak tahan lho Nak Anto. Soalnya sudah lama banget nggak dapat yang seperti tadi,” ujarnya tersipu.

Rupanya ia juga baru sadar bahwa bagian bawah tubuhnya masih telanjang. Celana dalam warna krem miliknya yang teronggok segera diambil dan Bu Marmo berniat untuk memakainya. Namun aku langsung mencegah. Kurebut dari tangannya dan kulempar agak jauh darinya. “Jangan ditutup dulu dong Bu. Saya masih belum puas lihat punya ibu,” kataku sambil mengusap memeknya.
“Nak Anto tidak pengin makan dulu?”
“Nanti saja ah. Perut saya sih belum lapar. Tapi kalau yang ini sudah lapar sejak tadi,” ujarku sambil menurunkan risleting celanaku dan mengeluarkan isinya dari celana dalam yang kupelorotkan.

Kontolku keras dan tegak mengacung sempurna. Urat-uratnya terlihat menonjol melingkari sekujur batangnya yang hitam dan berukuran lumayan besar. Bu Marmo tampak terpana melihatnya. “Punya saya hitam dan jelek ya Bu,” kataku memancing.
“Bukan.. bukan karena itu. Tapi ukurannya.. kok gede banget,”
“Masa? Tapi ibu suka sama yang gede kan?” Kataku sambil merubah posisi menggeserkan bagian bawah tubuhku mendekat ke istri atasanku. Aku berharap ia tak hanya menatap senjataku tapi mau mengelusnya atau bahkan mengulumnya. Sementara tanganku tetap merabai dan mengusap-usap memeknya yang tebal.

Bu Marmo ternyata cepat tanggap dan mengerti apa yang kuinginkan. Batang zakarku digenggamnya. Tetapi ia hanya mengelus dan seperti mengamati. Mungkin ia tengah membandingkan senjata milikku dengan kepunyaan suaminya. “Beda dengan milik bapak ya bu. Punya saya memang sudah hitam dari sananya kok,” candaku lagi.

“Ih.. bukan begitu. Punya Nak Anto ukurannya nggilani. Kayaknya marem banget,” ujarnya tersenyum. Wajahnya tampak dipenuhi nafsu.
Akhirnya, Bu Marmo benar-benar melakukan seperti yang kuharapkan. Setelah mengecu-ngecup topi baja kontolku, ia mulai memasukkan ke dalam mulutnya. Awalnya cuma sebagian yang dikulumnya. Selanjutnya, seluruh batang zakarku seperti hendak ditelannya. Mulutnya terlihat penuh karena berusaha memasukkan seluruh bagian tonggak daging milikku yang lumayan besar dan panjang.
Wanita istri atasanku itu ternyata cukup pandai dalam urusan kulum-mengulum. Setelah seluruh bagian batang kontolku masuk ke mulut, ia menghisap sambil menarik perlahan kepalanya. Begitu ia melakukannya berulang-ulang. Aku mendesah oleh kenikmatan yang diberikan. “Oookkhhh… sshhh…. oookkkhhhhh…. enak banget… aakkkkhhhh…. terusss…. aaakkkkkhhhhhh,” desisku.
Sambil terus melumati batang kontolku, tangan Bu Marmo juga menggerayang dan memainkan biji-biji pelir milikku. Kalau bukan di rumah makan mungkin aku sudah mengerang dan melolong oleh sensasi dan kenikmatan yang diberikan. Sebisaku aku berusaha menahan agar tidak sampai rintihanku terdengar orang lain.

Untuk melampiaskannya, aku mulai ambil bagian dalam permainan pemanasan yang dilakukannya. Aku harus bisa mengimbangi permainan Bu Marmo. Kedua pahanya kembali kukangkangkan dan wajahku kembali kubenamkan di selangkangannya. Bu Marmo sebenarnya belum sempat mencuci memeknya setelah lendir kenikmatannya keluar saat orgasme sebelumnya. Tetapi aku tak peduli. Memek wanita yang sudah dipanggil nenek itu kucerucupi.

Bahkan jilatan lidahku tidak hanya menyapu bagian dalam lubang memek dan kelentitnya. Tetapi juga melata di sepanjang alur liang nikmatnya yang menganga namun juga ke tepian lubang duburnya. Saat aku menjilat-jilat tepian lubang anusnya Bu Marmo menggerinjal dan memekik tertahan. Mungkin kaget karena tak menyangka lidahku bakal menjangkau bagian yang oleh sementara orang dianggap kotor.
Tetapi itu hanya sesaat. Setelah itu ia kembali melumati dan menghisapi batang kontolku sambil mendesah-desah nikmat. Karenanya aku makin fokus dan makin sering kurahkan jilatan lidahku ke lubang duburnya sambil sesekali meremasi bongkahan pantat besarnya.
Pertahananku nyaris jebol saat mulut Bu Marmo mulai mencerucupi biji pelir kontolku. Untung Bu Marmo mengambil insiatif menyudahi permainan pemanasan itu. Ia memintaku segera memasukkan rudalku ke liang sanggamanya. “Ahhh… sudah dulu ya. Sudah nggak kuat pengin merasakan batang Nak Anto yang gede ini nih,” kata Bu Marmo seraya melepaskan batang kontolu dari genggamannya.
“Ii.. iiya bu, saya juga sudah pengin banget merasakan memek ibu,”
Aku mengambil ancang-ancang di antara paha Bu Marmo yang mengangkang lebar. Lubang bagian dalam kemaluannya yang menganga terlihat kemerahan . Sepertinya lubang nikmat Bu Marmo telah menunggu untuk disogok. Memang sudah lama tidak ditengok karena kemaluan suaminya yang mulai loyo. Kepala penisku yang membonggol sengaja kuusap-usapkan di bibir luar memeknya yang sudah amburadul bentuknya. Bahkan ada sebentuk daging mirip jengger ayam yang menjulur keluar. Entah apa namanya karena aku baru melihatnya.

Bu Marmo mendesah saat ujung penisku menyentuh bibir kemaluannya. Meski nafsuku kian membuncah melihat memek tembemnya yang menggairahkan, aku berusaha menahan diri. Bahkan ujung topi baja rudalku hanya kumainkan untuk menggesek dan mendorong gelambir daging mirip jengger ayam di memek Bu Marmo. Sedikit menekannya masuk dan menariknya kembali.

Akibatnya Bu Marmo merintih dan memintaku untuk segera menuntaskan permainan. “Ayo Nak Anto… jangan siksa ibu. Masukkan kontolmu.. ssshhh… aahh… sshh ahhh ayo nak,”
Blleeessseeekkk… akhirnya batang kontolku kutekan dan benar-benar masuk ke lubang memeknya. Karena sudah lumayan sempit dan banyaknya pelicin yang membasah di lubang memeknya,sehingga batang kontolku tidak mengalami hambatan berarti saat memasukinya. Bagian dalam lubang Memek Bu Marmo terasa hangat legit dan sangat becek.

Setelah batang zakarku benar-benar membenam di kehangatan liang sanggamanya, kurebahkan tubuhku untuk menindih tubuh montoknya. Bibir istri atasanku yang merekah perlahan kukecup dan akhirnya kulumat. Saat itulah sambil terus mengulum dan melumati bibirnya, mulai kuayun pinggulku dan menjadikan batang kontolku keluar masuk di lubang memeknya.

Bu Marmo juga mulai mengimbanginya. Tak kalah hot, lidahku yang menyapu rongga bagian dalam mulutnya sesekali dihisap-hisapnya. Bahkan ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya. Aku baru mulai merasakan kelebihan yang dimiliki Bu Marmo. Bukan cuma tubuhnya yang matang akibat usia senja namun masih menggairahkan. Tetapi kerja otot bagian dalam memeknya juga lebih terasa. Berdenyut dan seperti memerah batang kontolku.

Kini giliran aku yang dibuatnya mengerang. Nampaknya istri atasanku telah benar-benar matang dalam hal urusan ranjang. Untuk melampiaskannya, kuremas gemas teteknya yang besar dari luar kaos yang dipakainya. Bahkan karena kurang puas, kaosnya kusingkap dan sepasang payudaranya kurogoh dan kutarik keluar dari kutangnya. Pentil-pentil teteknya yang berwarna coklat kemerahan kupelintir dan kumain-mainkan dengan jariku.

Slep…slep…slep… begitu suara yang kudengar setiap kali ayunan pinggulku menyentuh selangkangan Bu Marmo. Di samping bunyi kecipak karena lendir yang kian membanjir di liang sanggamanya. “Sshhh… ssshh …aahh …. aahh terus nak.. aahh enak banget. Kontolmu enak bangat Nak Anto,”
Memek ibu juga enak. Empotannya mantep banget,”
Bu Marmo tersenyum. Wajahnya kian memerah. Kembali kulumat bibirnya sambil tak lepas tanganku menggerayangi buah dadanya. Saat itu kurasakan tangan Bu Marmo mencengkeram pantatku dan mulai menekan-nekannya. Dan kurasakan tempo goyangan pinggulnya makin cepat. Rupanya ia mulai mendekat ke puncak gairahnya.
Aku yang juga mulai kehilangan daya tahan segera mengimbanginya. Berkali kontolku kutikamkan ke lubang memeknya dengan tekanan yang lebih kencang dan lebih bertenaga. Bu Marmo memekik dan mengerang. “Aaauuww… aaakhhh ,,,, aakkkhhh enak banget… aaakhhh…. terus… sayang …. aaaakhhh … ya…. aaakhhh memek ibu enak bangat disogok begini… aaaaakkkkhhhh …. sshhhh… sshhh… aaahhhhh,” rintihan dan suara Bu marmo makin tak terkontrol.
Aku jadi makin terpacu. Bukan cuma mulutnya yang kucium. Tapi ujung hidungnya yang bangir dan dahinya juga kucerucupi dengan mulutku. Bahkan lidahku menjelajah ke lehernya dan terus melata. Lubang telinga Bu Marmo juga tak luput dari jilatan lidahku setelah menyibak rambutnya.

Tubuh Bu Marmo kian mengejang. Kedua kakinya yang kekar dan panjang membelit pinggangku dan menekannya. Kedua tangannya memeluk erat tubuhku. Rupanya ia hampir sampai di garis batas kenikmatannya. Aku yang juga sudah mendekati puncak gairah makin meningkatkan tikaman- tikaman bertenaga pada lubang sanggamanya.
Akhirnya gairah Bu Marmo benar-benar tertuntaskan. Cairan yang menyembur di lubang memeknya dan cengkereman kuku-kukunya di punggungku menjadi pertanda kalau ia sudah mendapatkan orgasmenya. Tetapi aku terus mengayun. Kocokan batang kontolku di lubang memeknya yang makin banjir tak kuhentikan. Bahkan makin kutingkatkan karena kenikmatan yang kian tak tertahan.

Puncaknya, Bu Marmo kembali mencengkeram pantatku. Kali ini dengan sekuat tenaga ia berusaha menahan agar pinggulku tidak dapat bergerak dan kontolku tetap membenam di lubang memeknya. Saat itulah, otot-otot bagian dalam vaginanya terasa mencengkeram bagitu hebat dan bergelombang. Serasa memerah dengan kuatnya. Aku merintih dan melolong panjang. Pertahanku menjadi jebol dan maniku menyemprot sangat banyak gua kenikmatan istri atasanku. Bersama peluh membanjir, tubuhku ambruk di atas tubuh montok Bu Marmo dengan nafas memburu.

“Nanti ikan bakar dan kepiting saos tomatnya minta dibungkus saja Nak Anto. Sayang kalau tidak dimakan. Tapi jangan lupa piring-piringnya dibuat kotor dengan nasi dan lauk yang lain, hingga sepertinya kita sudah benar-benar makan,” kata Bu Marmo setelah merapikan kembali baju yang dipakainya.

Kami meninggalkan rumah makan saung di pinggir pantai setelah membayar di kasir dan meninggalkan lembaran dua puluh ribu rupiah sebagai tip kepada petugas yang membereskan serta membungkuskan makanan yang memang tidak kami makan. Dari spion, wajah Bu Marmo kulihat sangat cerah. Pasti karena kenikmatan yang baru direguknya serta nafsunya yang lama tertahan telah tersalurkan.

“Apa lihat-lihat. Wanita sudah tua kok masih diajak ngentot,” kata Bu Marmo yang memergoki ulah mencuri-curi pandang ke arahnya lewat spion. Tetapi perkataannya itu bukan karena marah.

“Usia boleh saja sudah kepala empat. Tetapi wajah ibu masih cantik dan tubuh ibu masih sangat merangsang memek ibu sepet banget masih serasa ABG. Mau deh tiap malam dikelonin ibu,” ujarku menggoda.

“Bener tuh,”

“Sungguh Bu. Saya bisa ketagihan deh oleh empotan memek ibu yang dahsyat tadi,’

“Ibu juga suka sama batang Nak Anto. Besar dan panjang. Kalau mau kapan-kapan kita bisa mengulang. Kalau ada kesempatan nanti saya SMS,” ujar Bu Marmo.

Aku sangat senang karena sudah mendapat peluang untuk terus bisa menyetubuhinya. Tangan Bu Marmo kuraih dan kugenggam. Bahkan sempat meremas susunya sambil mengendalikan kemudi. Hanya Bu Marmo mengingatkan bahwa ulahku bisa menyebabkan kecelakaan hingga aku kembali berkosentrasi pada setir mobil yang kukendarai. Ah, memek wanita paruh baya ternyata masih sangat nikmat.

Sampai di rumah Pak Marmo sudah tidur di kamarnya. Sedang Bu susi, terlihat berbincang dengan Yu Sarti, pembantu di rumah itu. Setelah berbincang sebentar, aku dan Bu susi pamit pulang. Hanya sebelumnya Bu Marmo memberikan bungkusan lauk yang belum sempat kami makan sewaktu di rumah makan. “Buat oleh-olah anak di rumah Bu,” kata Bu Marmo.

Di jalan, saat membonceng sepeda motor dan kutanya tentang ulah Pak Marmo, Bu susi cerita bahwa atasanku itu benar-benar genit. Selama dipijat, kata Bu susi, ia terus merayu dan berusaha menggerayangi. “Tapi tidak saya ladeni lho Pak Anto,” ujar Bu susi meyakinkanku.

“Pasti Pak Marmo maksa untuk bisa megang memek ibu kan? Soalnya dia kemarin bilang pengin banget lihat punya ibu,”

“Iya sih tapi hanya pegang. Dan karena terus maksa akhirnya ibu kocok,” ungkap Bu susi jujur.

Aku tertawa dalam hati. Sementara suaminya hanya bisa meraba memek wanita lain dan dipuaskan dengan dikocok, istrinya malah sampai orgasme dua kali disogok penis laki-laki lain. Bahkan istrinya berjanji untuk mengontak agar bisa mengulang kenikmatan yang telah kami lakukan.

Sampai di rumah anak-anak Bu susi sudah tidur. Dan mungkin karena terangsang gara-gara memeknya digerayangi Pak Marmo, Bu susi memaksaku untuk singgah di rumahnya. Untuk menolak rasanya kurang enak. Karena biasanya aku yang sering memintanya untuk melayaniku.

Rupanya nafsu Bu susi sudah benar-benar tinggi. Di kamarnya, saat ia mulai mengulum batang kontolku dan tanganku menggerayang ke selangkangannya, memeknya sudah basah. Bahkan saat tangaku mulai mencolok-colok lubang nikmatnya, Bu susi kelabakan. Memintaku untuk segera menuntaskan hasratnya.

Tetapi aku berusaha bertahan. “Punya saya belum terlalu keras Bu. Nanti kurang enak. Kalau ibu menjilatnya di sini, pesti cepat kerasnya,” kataku sambil mengangkat dan memperlihatkan lubang anusku,” kataku.

Sebenarnya, kontolku kurang keras karena sebelumnya telah dipakai melayani Bu Marmo di rumah makan. Namun keinginan untuk dijilati di bagian anus, mendapat tanggapan serius Bu susi. Ia langsung berjongkok di tepi ranjang dan berada selangkanganku. Dan tanpa ragu atau merasa jijik, langsung menjulurkan lidahnya untuk menyapu biji pelirku dan diteruskan dengan menjilat-jilat lubang duburku. Rasanya geli-geli nikmat dan membuat tubuhku merinding.

Akibatnya aku dibuat kelojotan. Dibuai kenikmatan yang diberikan Bu susi. Terlebih ketika ia mulai mencucuk-cucukkan lidahnya ke lubang duburku. “Aaakkhhhhh… aakkhh.. enak banget …. oookkh enak banget. Saya suka suka banget ngewe sama ibu. Oookkkh … nikmat,”

Dirangsang sebegitu rupa kontolku makin mengeras. Tetapi Bu susi terus saja menjilati dan mencerucupi anusku. Ia melakukannya sambil meremasi dan mengocok-ngocok kontolku yang makin terpacak. Takut keburu muncar sebelum dipakai menyogok lubang memeknya, aku meminta Bu susi menghentikan aksinya.

Tubuh montoknya langsung kutarik dan kutelentangkan di ranjang. Dalam posisi mengangkang, aku langsung menungganginya. Bleesss… kontolku langsung melesak di lubang nikmatnya yang basah. Ia agak tersentak. Mungkin karena aku menggenjotnya secara tiba-tiba. Namun ia tidak mengeluh dan malah mendesah nikmat.

“Ah… sshh… aahh.. enak banget. Marem banget kontolnya Pak Anto,”

Dan lenguhannya makin menjadi ketika aku mulai memompanya. Aku mencolok-colok dan memaju-mundurkan pinggangku dengan tempo cepat. Tubuh Bu susi terguncang-guncang dan susunya yang besar bergoyang-goyang. Gemes dan merangsang banget melihatnya. Aku jadi tergerak untuk meraba dan meremas-remasnya sambil menikmati kehangatan lubang nikmatnya.

Aku sudah beberapa kali menyetubuhi Bu susi. Tetapi sepertinya tidak pernah bosan.  Bu susi meskipun sudah setengah baya tapi tetapi terasa kesat dan liat. Terlebih bila ia sudah memain-mainkan otot-otot bagian dalam lubang vaginanya. Erangan dan desahannya juga selalu mengipasi nafsuku.

Cukup lama kami saling memacu. Sampai akhirnya Bu susi mengisyaratkan bahwa ia hampir memperoleh orgasmenya. Maka kocokan dan sogokan kontolku di lubang kemaluannya kian kutingkatkan. Berdenyut-denyut batang kontolku dibuatnya saat Bu susi mulai mengimbangi dengan empotannya. Akhirnya Bu susi memperoleh apa yang didambanya dan aku pun sama. Spermaku menyemprot dan membasahi liang vaginanya. Tubuhku ambruk di kemontokan tubuh wanita yang basah oleh keringat.